Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang 2025, Tak Ada Pembahasan Penundaan PPN 12% di DPR

Menurut DPR, pemerintah tidak tidak membuka pembicaraan untuk menunda PPN 12% meskipun terdapat banyak protes dari masyarakat dan pelaku usaha.
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat diwawancarai awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (3/12/2024) malam. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat diwawancarai awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (3/12/2024) malam. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — DPR menyampaikan bahwa pemerintah tidak membuka pembicaraan terkait rencana penundaan PPN 12%, sebagaimana diserukan oleh masyarakat yang keberatan dengan kebijakan efektif per 1 Januari 2025 tersebut.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menyampaikan bahwa tidak ada pembicaraan formal terkait penundaan implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Terlebih, pekan depan DPR sudah memasuki masa reses.

Artinya, tidak ada pengambilan keputusan kebijakan di luar masa sidang, kecuali adanya keadaan urgent atau genting.

"Belum pernah [ada ajakan untuk membahas penundaan PPN] karena saya kira kami konsisten sesuai dengan Undang-Undang HPP [Harmonisasi Peraturan Perpajakan]," ujarnya pada Selasa (3/12/2024) malam.

Masyarakat sebelumnya menyerukan suara penolakan PPN 12% melalui petisi "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" terdapat di laman change.org sejak Selasa (19/11/2024). Petisi tersebut dibuat oleh pengguna bernama Bareng Warga sebagai bentuk protes atas rencana tarif PPN naik jadi 12% di tengah pelemahan daya beli.

Hingga Rabu (4/12/2024) pukul 10.30 WIB, sudah terdapat 15.750 orang yang menandatangani petisi tersebut.

Bukan hanya masyarakat, beberapa anggota komisi tempat Kamarussamad bertugas pun mengusulkan penundaan. Namun, Kamrussamad menduga pihak tersebut tidak ikut serta dalam membahas dan memutuskan Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memuat kebijakan PPN 12%.

Kamrussamad menyampaikan hanya ada satu fraksi yang menolak UU HPP kala itu dan dirinya tidak menyebutkan nama fraksi tersebut.

Sebagaimana tercantum dalam UU HPP, bahwa pemerintah dan wakil rakyat telah menyetujui kenaikan tarif PPN dari 10% ke 11% per 1 April 2022, sementara kenaikan dari 11% ke 12% berlaku per 1 Januari 2025.

Sementara itu, apabila pemerintah ingin membahas penyesuaian besaran tarif PPN pun, harus menyesuaikan dengan siklus pembahasan APBN, yakni pada bulan Maret setiap tahunnya.

Adapun terkait rencana insentif untuk mengimbangi kenaikan tarif pajak tersebut, Kamrussamad menilai pemerintah perlu lebih memperhatikan sektor manufaktur khususnya padat karya.

Bagi masyarakat menengah bawah, dirinya menilai bantuan Perlindungan Sosial (Perlinsos) dari pemerintah sudah cukup besar untuk mendukung daya beli masyarakat.

Terlebih, barang/jasa seperti pendidikan, sosial, sembako, dan makanan, tidak dikenakan PPN 12%.

Adapun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyampaikan kepada publik terkait kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan.

Hal tersebut dirinya sampaikan di kantor Kemenko Perekonomian usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan dan Insentif Fiskal untuk mendorong Perekonomian dan Menarik Investasi, Selasa (3/12/2024) sore.

"Nanti diumumkan minggu depan," ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper