Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Malaysia mengatakan bahwa upaya pemerintahan AS di bawah presiden terpilih Trump mendatang untuk memberlakukan tarif pada negara-negara BRICS dapat menyebabkan gangguan rantai pasokan semikonduktor global.
Malaysia mengajukan permohonan untuk menjadi bagian dari blok BRICS, yang bertujuan untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh ekonomi Barat, tetapi belum secara resmi diterima sebagai anggota.
Melansir Reuters, Kamis (5/12/2024), Menteri Perdagangan Tengku Zafrul Aziz mengatakan bahwa Malaysia sedang memantau dengan seksama perkembangan setelah Presiden terpilih AS Donald Trump mengatakan bahwa anggota BRICS akan menghadapi tarif 100% jika mereka menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain yang akan menggantikan dolar AS.
Tengku Zafrul mencatat bahwa AS adalah mitra dagang terbesar ketiga Malaysia dan perusahaan-perusahaan AS adalah investor utama di sektor semikonduktor. Malaysia adalah pusat utama yang menyumbang sekitar 13% dari pengujian dan pengemasan chip global.
“Dengan demikian, setiap langkah untuk memberlakukan tarif 100% hanya akan merugikan kedua belah pihak yang saling bergantung satu sama lain dalam upaya mencegah gangguan dalam rantai pasokan global,” katanya dalam sebuah jawaban di parlemen.
Ia menambahkan bahwa meskipun negara-negara BRICS telah membahas pengurangan ketergantungan pada mata uang perdagangan tradisional seperti dolar AS, belum ada keputusan resmi yang dibuat mengenai upaya de-dolarisasi.
Baca Juga
BRICS tidak memiliki mata uang bersama, namun diskusi yang sudah berlangsung lama mengenai hal ini telah mendapatkan momentum setelah Barat menjatuhkan sanksi pada Rusia atas perang di Ukraina.
Pada Senin, Rusia mengatakan bahwa setiap usaha AS untuk memaksa negara-negara untuk menggunakan dolar akan menjadi bumerang, dan hanya akan memperkuat usaha-usaha di antara negara-negara untuk beralih ke mata uang nasional dalam perdagangan.