Peluang dan Tantangan Indonesia
Adapun, Josua menuturkan, salah satu peluang Indonesia untuk memperluas pasar ekspor pada 2025 adalah ekspor Indonesia selama Januari-November 2024 yang tumbuh positif di tengah kondisi ketidakpastian global. Peningkatan ekspor nikel dan produk turunannya menjadi indikator keberhasilan hilirisasi.
"Hilirisasi ini mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, memperluas daya saing produk Indonesia di pasar global," katanya.
Di sisi lain, normalisasi harga komoditas seperti CPO dan batu bara dapat membatasi kenaikan nilai ekspor. Strategi diversifikasi pasar dan produk sangat penting untuk menjaga momentum pertumbuhan.
Lebih lanjut, penurunan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama, seperti China, akibat pertumbuhan ekonominya yang melambat (slower-for-longer), memerlukan diversifikasi ke pasar nontradisional, seperti Afrika dan Timur Tengah.
Josua menuturkan, pertumbuhan ekonomi yang stabil di kawasan Afrika dan meningkatnya permintaan produk halal di Timur Tengah membuka peluang besar bagi produk Indonesia, terutama makanan dan minuman, tekstil, dan elektronik
Dia menambahkan, dengan kemitraan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Indonesia dapat memperluas akses ke pasar Asia Pasifik. Selain itu, negosiasi bilateral dengan Uni Eropa melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dapat membuka akses untuk produk berbasis nilai tambah.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi industri dapat meningkatkan nilai tambah produk ekspor. Fokus pada produk seperti baterai kendaraan listrik dan turunan nikel dapat mendorong pertumbuhan ekspor.
Adapun, kebijakan proteksionisme, terutama dari negara-negara besar seperti AS jika terjadi perang dagang bagian II, dapat menghambat pertumbuhan ekspor. Seiring dengan hal tersebut, Indonesia perlu memperkuat hubungan perdagangan dengan negara-negara yang lebih terbuka.
"Terkait dengan hal tersebut, stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting untuk menjaga daya saing harga ekspor," kata Josua.