Bisnis.com, JAKARTA - Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mengungkap dampak dari penerapan harga gas regasifikasi liquefied natural gas (LNG) sebesar US$16,77 per MMbtu di saat kelanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) belum disahkan di tahun ini.
Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan mengatakan program harga gas murah industri sebesar US$6 per MMbtu penting untuk memastikan industri tetap berproduksi di tengah kenaikan harga gas regasifikasi LNG.
"Aksi industri menurunkan produksi dan manfaatkan stok yang ada untuk penuhi order yang sudah komit dan sisanya deal order baru tanpa produksi baru," kata Yustinus kepada Bisnis, Selasa (7/1/2025).
Yustinus menerangkan, penerapan harga gas regasifikasi juga sempat diberlakukan sejak Mei 2024 dengan harga US$13 per MMbtu.
Sementara itu, dia juga menuturkan harga gas regasifikasi tersebut juga masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga komersial via pipa seharga US$9,16 per MMbtu.
Apalagi, jika dibandingkan dengan kebijakan HGBT yang dipatok US$6 per MMbtu. "Tetapi volume ini [gas pipa] sangat kecil dan sangat jarang, dan praktis berhenti Mei 2024," tutur Yustinus kepada Bisnis, Senin (6/1/2025).
Baca Juga
Lebih lanjut, Yustinus tetap berharap agar pemerintah dapat terus melanjutkan program HGBT untuk pengembangan industri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025 hingga 8% pada 2027.
“Mudah-mudahan regulasi kelanjutan HGBT segera ditetapkan dalam minggu ini, sehingga tenaga kerja terhindar dari PHK,” jelasnya.
Dia menegaskan, apabila kepastian kelanjutan HGBT molor maka industri akan kehilangan momentum untuk segera revitalisasi dan akan membutuhkan waktu lebih lama agar operasional kembali optimal.
"Bila HGBT sebagai energi penggerak industri yang merupakan fondasi ekonomi semakin molor. Tegas dan cepat adalah keniscayaan, Pemerintah RI lambat maka RI akan tertinggal dalam kompetisi global yang semakin cepat berubah," pungkasnya.