Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahlil Bakal Wajibkan Perbankan dan LK Non-Bank Danai Proyek Hilirisasi

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berencana mewajibkan perbankan hingga lembaga keuangan non bank ikut membiayai proyek hilirisasi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (1/11/2024)/Bisnis-Lukman Nur Hakim
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (1/11/2024)/Bisnis-Lukman Nur Hakim

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana mewajibkan perbankan hingga lembaga keuangan non bank ikut berkontribusi dalam membiayai proyek hilirisasi.

Rencana itu muncul seiring dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.  Pembentukan Satgas tersebut sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 1 tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.

Bahlil pun ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai ketua satgas itu. Bahlil mengungkapkan salah satu tugas dari Prabowo adalah mendorong perbankan untuk ikut membiayai proyek hilirisasi.

"Perbankan-perbankan kita, [dan] lembaga-lembaga keuangan non-bank harus mau ikut mengambil bagian dalam membiayai proyek investasi hilirisasi," tutur Bahlil di Kantor ESDM, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

Menurutnya semua perbankan di Indonesia kelak harus ikut aturan main dari pemerintah. Bahlil mengingatkan perbankan tidak boleh pilih-pilih dalam mengambil peran pembiayaan proyek hilirisasi.

Apalagi, Bahlil menilai tingkat pengembalian modal atau internal rate of return dari perusahaan di sektor hilirisasi terbilang baik. Dia memastikan seluruh IRR perusahaan rata-rata berada di posisi 11% hingga 12%.

"IRR dalam hilirisasi kan bagus semua. Rata-rata di atas 11%-12%," ucap Bahlil.

Dalam kesempatan lain, Bahlil mengakui pembiayaan dari perbankan Indonesia masih menjadi tantangan untuk mengembangkan program hilirisasi. Hal ini lah yang membuat industri pengolahan nikel 85% masih dikuasai asing.

Menurutnya, hal ini terjadi lantaran untuk terjun ke industri pengolahan pengusaha butuh modal besar. Dia menjelaskan bank lokal memang menawarkan kredit investasi untuk industri pengolahan nikel. Namun, bank lokal mensyaratkan pengusaha harus memiliki ekuitas 30% hingga 40%.

Bahlil berpendapat para pengusaha lokal kesulitan memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, pengusaha memiliki pilihan untuk meminjam modal ke bank luar negeri.

Meski begitu, ketika mendapat kredit investasi dari bank luar negeri, pengusaha dibebankan kewajiban membayar pinjaman pokok dan bunga. Untuk membayar itu, pengusaha membayar dari pendapatan ekspor. Nilainya bisa mencapai 60% dari pendapatan.

"Jadi, apa yang saya bilang oleh Pak JK [Jusuf Kalla], itu benar, 60% DHE [devisa hasil ekspor] kembali ke sana [luar negeri] dari hasil industri. Tetapi itu terjadi karena memang membiayai pokok tambah bunga," terang Bahlil di Jakarta, Rabu (9/10/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper