Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane mengatakan, aturan tersebut memperparah kondisi industri karet nasional dan turunannya yang tertekan dari sisi produksi, ekspor, hingga kapasitas terpasang.
“Kebijakan retensi DHE-SDA sangat memberatkan pelaku usaha industri karet yang saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan,” kata Aziz dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (15/1/2025).
Dekarindo mencatat produksi karet telah mengalami penurunan dari 3.680 ton pada 2017 menjadi tinggal 2.167 ton pada 2024. Utilitas kapasitas produksi karet pada 2017 tercatat masih berada pada tingkat 63,1%, sementara 2024 lalu merosot ke level 40%. Hal ini pun seiring dengan penurunan jumlah pabrik vrumb rubber dari sebanyak 152 unit pada 2017 menjadi 99 unit pada 2024.
Penyebab utama penurunan kinerja tersebut, selain dikarenakan kebijakan DHE, yaitu harga karet yang rendah, guncangan pandemi, serangan penyakit gugur daun karet Pestalotiopsis, perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim global.akan
Menurut Aziz, perpanjangan masa simpan DHE memperburuk kondisi tersebut dan akan berdampak buruk bagi lebih 2 juta KK petani karet di Indonesia serta pelaku usaha terkait rantai pasok industri karet alam nasional.
Dia berharap pemerintah dapat mempertahankan eksistensi industri perkaretan nasional. Pihaknya pun mengusulkan khusus untuk DHE-SDA komoditas karet hanya dikenakan ketentuan wajib memasukan (repatriasi) dalam Sistem Keuangan Indonesia/SKl tanpa kewajiban retensi.
Baca Juga
Selain itu juga, menaikkan nilai nominal minimal devisa hasil ekspor retensi dari US$250.000 menjadi US$500.000 per PPE (Pemberitahuan Pabean Ekspor).
“Industri perkaretan nasional merupakan sumber kehidupan bagi lebih dari 10 juta penduduk Indonesia terutama petani dan keluarganya serta para pedagang dan karyawan. Petani dan pelaku usaha karet berharap pemerintah dapat mengkaji lagi ketentuan ini, untuk melindungi seluruh warganya,” pungkas Aziz.