Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Bahlil Lahadalia mengaku sudah berkoordinasi dengan perbankan terkait pembiayaan hilirisasi.
Bahlil menilai perbankan harus ikut ambil peran dalam mendukung program hilirisasi. Salah satunya, dengan memberikan pembiayaan kepada perusahaan yang bergerak di sektor hilirisasi.
Dia juga mengeklaim sudah menyampaikan informasi itu kepada perusahaan perbankan, terutama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
"Kami akan memulai, tadi sudah rapat dengan Pak Erick [menteri BUMN] dan kami sudah memulai, dan secara informal sudah kita komunikasikan," kata Bahlil usai rapat bersama Satgas di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Bahlil pun mengingatkan pentingnya dukungan perbankan nasional dalam pembiayaan proyek hilirisasi. Dengan begitu, nilai tambah dari hilirisasi bisa lebih banyak dinikmati di dalam negeri.
“Mau tidak mau, perbankan dalam negeri harus membiayai proyek hilirisasi. Ini sesuai arahan Pak Mensesneg untuk memastikan nilai tambah sepenuhnya dinikmati di dalam negeri,” kata Bahlil.
Menurutnya, proyek hilirisasi lebih menjanjikan dibandingkan sektor konsumsi karena memiliki waktu balik modal (break-even point) yang relatif cepat. Bahlil mengeklaim break-even point dari perusahaan hilirisasi hanya sekitar 6 tahun.
“Maka, sudah seharusnya sektor ini diprioritaskan oleh perbankan nasional,” tuturnya.
Sebelumnya, Bahlil telah mengingatkan agar semua perbankan di Indonesia kelak harus ikut aturan main dari pemerintah. Bahlil mengingatkan perbankan tidak boleh pilih-pilih dalam mengambil peran pembiayaan proyek hilirisasi.
Apalagi, Bahlil menilai tingkat pengembalian modal atau internal rate of return dari perusahaan di sektor hilirisasi terbilang baik. Dia memastikan seluruh IRR perusahaan rata-rata berada di posisi 11% hingga 12%.
"IRR dalam hilirisasi kan bagus semua. Rata-rata di atas 11%-12%," ucap Bahlil.
Dalam kesempatan lain, Bahlil mengakui pembiayaan dari perbankan Indonesia masih menjadi tantangan untuk mengembangkan program hilirisasi. Hal ini lah yang membuat industri pengolahan nikel 85% masih dikuasai asing.
Menurutnya, hal ini terjadi lantaran untuk terjun ke industri pengolahan pengusaha butuh modal besar. Dia menjelaskan bank lokal memang menawarkan kredit investasi untuk industri pengolahan nikel.
Namun, bank lokal mensyaratkan pengusaha harus memiliki ekuitas 30% hingga 40%. Bahlil berpendapat para pengusaha lokal kesulitan memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, pengusaha memiliki pilihan untuk meminjam modal ke bank luar negeri.
Meski begitu, ketika mendapat kredit investasi dari bank luar negeri, pengusaha dibebankan kewajiban membayar pinjaman pokok dan bunga. Untuk membayar itu, pengusaha membayar dari pendapatan ekspor. Nilainya bisa mencapai 60% dari pendapatan.
"Jadi, apa yang saya bilang oleh Pak JK [Jusuf Kalla], itu benar, 60% DHE [devisa hasil ekspor] kembali ke sana [luar negeri] dari hasil industri. Tetapi itu terjadi karena memang membiayai pokok tambah bunga," terang Bahlil di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Bahlil Minta Perbankan Biayai Proyek Hilirisasi: Balik Modal Lebih Cepat
Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Bahlil Lahadalia meminta perbankan untuk memprioritaskan penyaluran kredit ke proyek hilirisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Konten Premium