Bisnis.com, SUMEDANG — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberi sinyal kemungkinan untuk menutup keran ekspor gas demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Opsi tersebut disampaikannya langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto saat seremoni peresmian proyek strategis ketenagalistrikan di PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025).
Bahlil menyampaikan bahwa kementeriannya tengah mendorong prioritas penggunaan gas bumi dari blok-blok garapan kontraktor untuk diserap sepenuhnya di dalam negeri. Dia menambahkan, keran ekspor gas dibuka bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
“Pak Presiden agar kita tidak defisit terhadap konsumsi kita, saya minta izin dalam perencanaan kami ke depan seluruh konsesi-konsesi gas yang ada di Indonesia kami prioritas kebutuhan dalam negeri,” ujar Bahlil.
Bahlil menuturkan, alokasi gas domestik itu bakal diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan program hilirisasi industri.
Prioritas alokasi gas untuk dalam negeri ini tak lepas dari meningkatnya kebutuhan gas yang signifikan selama periode 2025-2030. Selama 5 tahun mendatang, kebutuhan gas untuk memenuhi sektor pembangkit mencapai 1.741 billion British thermal unit per day (BBtud). Kebutuhan gas diproyeksikan naik ke level 2.695 BBtud pada 2034 mendatang.
Baca Juga
“Kalau kita belum cukup, mohon maaf Bapak Presiden, atas arahan Bapak Presiden kami belum mengizinkan untuk ekspor, tapi kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup kita akan melakukan ekspor,” kata dia.
Adapun, rencana penghentian ekspor gas ini sejalan dengan ketetapan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Termaktub dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional bahwa kebutuhan energi nasional dipenuhi dengan mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap terutama gas dan batu bara serta menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspor.
Batas waktu penghentian ekspor tersebut kemudian diperjelas dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), di mana pengurangan porsi ekspor gas bumi ditargetkan menjadi kurang dari 20% pada 2025 dan ekspor gas bumi dihentikan paling lambat 2036 dengan menjamin penyerapan produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, penyaluran gas bumi sepanjang Januari-September 2024 telah mencapai 5.590,12 BBtud. Penyaluran gas bumi itu diprioritaskan untuk kebutuhan domestik.
Sebanyak 685,85 BBtud atau 12,27% disalurkan untuk industri pupuk. Selanjutnya, sebanyak 26,28% untuk kebutuhan industri, kelistrikan 12,69%, domestik LNG 11,75%, lifting minyak 3,69%, domestik LPG 1,4%, BBG 0,07%, city gas 0,29%, ekspor GP 7,71%, dan ekspor LNG 23,86%.