Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku bakal menginstruksikan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyetop kerja sama penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada sejumlah pengembang yang terindikasi bermasalah.
Dia menjelaskan, saat ini telah meminta PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) untuk melakukan black list kerja sama pada developer dengan kinerja buruk, imbas dari adanya temuan 120.000 sertifikat bermasalah sejak 2019 hingga saat ini.
“Mohon maaf, kalau developer yang tidak bertanggung jawab dan notaris yang tidak bertanggung jawab, saya sudah minta di blacklist di BTN,” tegasnya dalam Konferensi Pers di Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025).
Lebih lanjut, Erick menyebut bakal melakukan integrasi data dengan Bank Himbara lainnya mengenai rating para developer tersebut.
Sehingga, apabila developer tercatat memiliki masalah pada satu Bank Himbara, pengembang tersebut otomatis tak dapat menjalin kerja sama dengan bank pelat merah lainnya.
“Saya akan rapatkan dengan seluruh Himbara untuk kita sharing data. Memastikan tadi perlindungan kepada rakyat ini perlu benar-benar kita maksimalkan,” tambahnya.
Baca Juga
Untuk diketahui sebelumnya, Direktur Utama BBTN, Nixon LP Napitupulu menjelaskan bahwa hingga saat ini masih terdapat 38.144 sertifikat bermasalah yang melibatkan 4.000 developer rumah.
“Nah, sisa yang harus kami selesaikan sampai hari ini masih ada 38.144 sertifikat yang melibatkan masing-masing 4.000 proyek rumah,” jelasnya dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025).
Untuk itu dirinya mengaku bakal segera melakukan penyelesaian pada 38.144 sertifikat bermasalah itu secara bertahap. Di mana, pada tahun ini BBTN menargetkan bakal menyelesaikan 15.000 sertifikat bermasalah.
Kemudian, pada 2026 BBTN membidik penyelesaian pada 15.000 sertifikat lainnya. Serta diharapkan 38.144 sertifikat bermasalah itu bakal rampung sepenuhnya pada 2027.
Adapun, tambah Nixon, nilai aset dari 38.144 sertifikat bermasalah itu disebut mencapai Rp1 triliun.