Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri manufaktur nasional sebagai motor penggerak ekonomi sebesar 7,29% tahun ini dan 8,59% untuk tahun 2028. Target tersebut guna mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% pada 2028-2029.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya mesti bergerak dan bersinergi lebih cepat dan efektif untuk mencapai target pertumbuhan industri tersebut.
“Sektor industri juga harus mampu berkontribusi terhadap PDB [produk domestik bruto] nasional hingga 17,96% di tahun ini, dan 20,92% di tahun 2029,” kata Agus melalui keterangan resmi, Rabu (22/1/2025).
Merujuk pada Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas terhadap PDB pada triwulan III/2024 mencapai 4,84% (year-on-year/yoy) atau naik dari triwulan sebelumnya 4,63% yoy. Kendati demikian, Kemenperin menargetkan industri tumbuh 5,80% yoy sepanjang 2024.
Sementara itu, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB triwulan III/2024 mencapai 19,02% yoy lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 18,52% yoy.
Menperin menilai kinerja industri manufaktur nasional masih tangguh dan perlu terus didukung dengan kinerja birokrasi yang lebih baik. Dalam hal ini, dia meminta setiap kepala satuan kerja di lingkungan Kemenperin wajib meningkatkan kinerja anggaran, dengan fokus pada pengelolaan risiko dan pengadaan barang/jasa yang lebih efisien
Baca Juga
“Dengan anggaran yang lebih kecil dari tahun lalu, yaitu Rp2,519 triliun, tata kelola yang kita lakukan harus lebih cermat, penuh tanggung jawab. Namun, tetap maksimal untuk memberikan pelayanan terbaik bagi industri dan masyarakat,” ungkapnya.
Dia menargetkan serapan anggaran, pada September 2025 mencapai 60%, dengan penyelesaian proses pengadaan barang/jasa pada Juni 2025. Untuk itu, diperlukan pengoptimalan penggunaan katalog elektronik pada pengadaan barang/jasa.
“Untuk itu, saya meminta para PPK untuk merencanakan dan melaksanakan pengadaan barang/jasa tahun 2025 ini melalui katalog elektronik minimal sebesar 30% dari pagu anggaran,” imbuhnya.
Agus memastikan pihaknya terus memperkuat daya saing industri melalui program-program strategis seperti pelaksanaan hilirisasi sumber daya alam, pengembangan sektor IKM, dan upaya mempercepat dekarbonisasi sektor industri.
“Kita juga harus lebih fokus pada pendidikan dan pelatihan vokasi, agar kita dapat mencetak SDM industri yang kompeten dan lebih banyak lagi,bahkan siap menghadapi tantangan industri global,” tuturnya.
PR Mendesak Manufaktur
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, manufaktur saat ini masih rentan terhadap kontraksi. Hal ini diperkuat dengan kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat dan penutupan pabrik.
Melihat kondisi tersebut, Andry menyebutkan pentingnya paket kebijakan stimulus yang terarah dan tepat sasaran. Dalam hal ini, kebijakan insentif fokus untuk penurunan biaya produksi melalui insentif fiskal maupun nonfiskal yang terstruktur dalam jangka waktu 1-2 tahun ke depan.
"Yang kita tekankan dua hal, dari sisi supply dan demand. Dari sisi supply itu produksi, bagaimana kita bisa menurunkan biaya produksi, energi dan bahan baku, kita juga bicara untuk menurunkan biaya distribusi, biaya yang pada akhirnya memberikan tekanan kepada industri itu juga harus diperhatikan," ujarnya.
Tak hanya itu, dia melihat adanya beberapa shadow cost atau biaya yang tak terlihat lantaran banyaknya oknum yang bermain di lapangan usaha industri sehingga memberatkan kondisi tersebut.
Sementara itu, dari sisi permintaan, Andry menyoroti kebijakan proteksi pasar yang mesti diperkuat karena saat ini produk impor legal dan ilegal telah menekan daya saing produk industri lokal karena terlampau murah.
"Kedua hal ini butuh intervensi pemerintah, pertama bagaimana pemerintah bisa melindungi pasar dalam negeri dari gempuran produk murah yang pada akhirnya terindikasi dumping, kedua produk murah karena masuk secara ilegal, dua hal ini harus segera diberantas," tuturnya.