Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai wacana pemberian wilayah izin usaha pertambangan mineral bagi perguruan tinggi dan badan usaha swasta skala kecil menengah (UKM) tak adil.
Baca Juga
Pemberian WIUP untuk perguruan tinggi dan UKM itu tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI lewat revisi Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Menurut Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, pemberian WIUP itu tak adil karena diberikan secara prioritas. Dia menilai pemberian WIUP sebaiknya tetap sesuai hasil lelang.
Apalagi, pengusaha tambang mineral existing saat ini lebih memiliki pengalaman, kapabilitas, dan kemampuan finansial. Maklum, bisnis pertambangan bukan lah barang murah dan gampang.
Sementara itu, dia menilai perguruan tinggi dan UKM belum memiliki pengalaman, kapabilitas, dan kemampuan finansial untuk mengelola tambang.
"Kami merasa ini sangat-sangat nggak fair karena ada kata-kata prioritas," tutur Meidy dalam rapat pleno bersama Baleg DPR RI, Rabu (22/1/2025).
Dia pun mempertanyakan kemampuan dari perguruan tinggi dan UKM dalam menghadapi sejumlah tantangan di industri tambang. Meidy mengungkapkan, salah satu tantangan bagi pelaku industri tambang harus menghadapi protes dari masyarakat, menjaga kelestarian alam, hingga menyelesaikan perizinan yang tumpang tindih.
Selain itu, Meidy juga menyebut pihaknya harus menghadapi ego sektoral antara kementerian untuk mengelola tambang. Dia mencontohkan, pihaknya sudah memiliki IUP, tetapi tak diperbolehkan menambang lantaran tidak mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan. Alhasil, dia tidak bisa menambang tapi harus tetap membayar sewa lahan.
"Apakah mampu teman-teman UMKM atau perguruan tinggi menghadapi tantangan yang kami hadapi seperti saat ini?" ucap Meidy.
Lebih lanjut, Meidy menyarankan perguruan tinggi dan UKM bekerja sama saja dengan perusahaan besar alih-alih mengelola tambang sendiri.
Menurutnya, UKM bisa bekerja sama melalui pengadaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ataupun kontraktor bagi perusahan tambang.
Sementara untuk perguruan tinggi, bisa dikerjasamakan lewat Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dari perusahaan tambang.
"Kenapa nggak diajak kerja sama? Untuk melakukan riset sehingga mereka fokus kepada pendidikan dan bagaimana pengembangan riset teknologi atau cadangan kita yang saat ini lagi butuh-butuhnya. Sebenarnya itu yang harus diangkat," tutur Meidy.
Baleg DPR RI saat ini tengah membahas revisi UU Minerba. Dalam draf revisi UU Minerba yang ditampilkan, pemberian WIUP untuk perguruan tinggi tertuang dalam Pasal 51 A.
"WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas," demikian bunyi pasal tersebut.
Adapun, pemberian WIUP dengan cara prioritas itu dilaksanakan dengan pertimbangan luas WIUP mineral logam, akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah akreditasi B, dan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP untuk perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, aturan mengenai pemberian WIUP mineral logam untuk usaha swasta atau UMKM dengan cara prioritas tertuang dalam Pasal 51 B.
"WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas," demikian bunyi pasal tersebut.
Pemberian WIUP ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan WIUP mineral logam, peningkatan tenaga kerja di dalam negeri, jumlah investasi, dan/atau peningkatan nilai tambah serta pemenuhan rantai pasok dalam negeri dan/atau global.
Adapun, ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.