Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) menepis adanya pelemahan daya beli meski kembali terjadi deflasi pada Februari 2025.
Secara umum, pada Februari 2025 terjadi deflasi bulanan atau month to month (MtM) sebesar 0,48% dan deflasi tahunan (year on year/YoY) sebesar 0,09%. Sementara secara tahun kalender atau year to date (Ytd) mengalami deflasi sebesar 1,24%.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan komponen Inti yang mencerminkan daya beli, tetap mengalami inflasi sebesar 0,25% secara bulanan dan 2,48% secara tahunan di tengah deflasi secara keseluruhan perekonomian.
“Biasanya, daya beli itu dikaitkan dengan komponen Inti. Ini [komponen Inti] inflasi terbesar, andil 1,58%,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).
Amalia memaparkan bahwa tekanan inflasi komponen Inti secara tahunan meningkat dari bulan sebelumnya.
Baca Juga
Komoditas yang memberikan andil inflasi di antaranya adalah emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk.
Khususnya kelompok Perawatan Pribadi dan Lainnya yang masuk dalam komponen Inti tetap mengalami inflasi sebesar 8,43% YoY dan andil 0,52% terhadap inflasi secara umum. Kelompok ini utamanya didorong oleh inflasi emas perhiasan sebesar 41,49% dengan andil 0,42%, pasta gigi 2,91% dengan andil 0,01%, dan Shampo yang mengalami inflasi 1,74% dengan andil sebesar 0,01%.
“Menurut catatan BPS, emas perhiasan terus mengalami inflasi YoY sejak Februari 2022 akibat meningkatnya harga emas di pasar internasional,” tutur Amalia.
Sementara dua komponen lainnya, yakni Harga Diatur Pemerintah dan Harga Bergejolak mengalami deflasi sebesar 2,65% MtM dan 0,93%. Utamanya, akibat adanya diskon tarif listrik yang masih berlaku pada Februari 2025.