Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Gabungan Industri Aluminium Indonesia (Galunesia) menilai kebijakan tarif tinggi impor produk baja dan aluminium yang masuk ke Amerika Serikat (AS) tak berdampak langsung pada industri nasional. Kendati demikian, persiapan dan penguatan industri tetap perlu dilakukan.
Ketua Umum Galunesia Oktavianus Tarigan mengatakan, pelaku usaha dan pemerintah harus mulai berupaya mencari cara terobosan diversifikasi pasar dan produk hingga efisiensi ongkos produksi agar produk aluminium lokal lebih berdaya saing.
“Selain itu, perlu upaya dan bantuan kerja sama dari pemerintah sehingga industri aluminium nasional bisa tetap bersaing,” ujar Oktavianus kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025).
Dalam hal ini, pihaknya juga mengaku masih akan fokus memenuhi kebutuhan aluminium domestik yang berada di kisaran 1,2 juta ton per tahun. Namun, dia melihat penting untuk mulai melakukan diversifikasi pasar baru.
Namun, saat ini, masih ada keterbatasan dari sisi produksi aluminium primer Indonesia yang diperkirakan mencapai 500.000 — 700.000 ton per tahun. Pihaknya tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi untuk tahun-tahun mendatang.
“Angka ini [kebutuhan nasional] sangat jauh dari supply yang ada, maka dari itu, saat ini produksi aluminium masih memfokuskan untuk memenuhi kebutuhan aluminium nasional,” terangnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump telah menaikkan tarif impor baja dan aluminium menjadi 25% dari berbagai negara, seperti China, Kanada, Brasil, Meksiko, Korea Selatan, dan negara lainnya.
Bahkan, Trump baru-baru ini juga menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada menjadi 50%. Hal ini merupakan aksi balasan Trump atas kenaikan tarif impor listrik dari Kanada ke AS menjadi 25%.
Melansir Reuters, Trump menandatangani keputusan menaikkan tarif aluminium dari 10% menjadi 25% dan menghapus pengecualian negara dan kesepakatan kuota. Pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa kebijakan ini akan berlaku mulai 4 Maret 2025.
Trump menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menyederhanakan aturan perdagangan agar lebih transparan.
"Tarifnya 25%, tanpa pengecualian. Semua negara akan dikenai tarif yang sama, tak peduli asalnya," ujar Trump.
Meski demikian, Trump mempertimbangkan pengecualian bagi Australia dengan alasan defisit neraca perdagangan negara itu terhadap AS.