Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Februari 2025 Diprediksi Tetap Tinggi, Terdampak Perang Dagang Trump?

Inflasi di AS diprediksi tetap tinggi pada Februari 2025, yang mengindikasikan bahwa upaya mengendalikan harga terus menghadapi tantangan.
Warga Amerika Serikat sedang berbelanja di supermarket milik Amazon./ Dok. REUTERS.
Warga Amerika Serikat sedang berbelanja di supermarket milik Amazon./ Dok. REUTERS.

Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi di Amerika Serikat diprediksi tetap tinggi pada Februari 2025, setelah kenaikan signifikan pada Januari. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya mengendalikan harga terus menghadapi tantangan.

Melansir Bloomberg pada Rabu (12/3/2025), indeks harga konsumen (CPI) diperkirakan naik 0,3% pada Februari dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), menyusul kenaikan 0,5% pada Januari 2025.

Sementara itu, inflasi inti—yang tidak mencakup harga makanan dan energi—juga diprediksi naik sebesar 0,3%, berdasarkan median survei Bloomberg terhadap para ekonom.

Jika angka tersebut terkonfirmasi, maka akan semakin memperkuat kekhawatiran terhadap ancaman stagflasi, yakni kondisi ketika inflasi tetap tinggi sementara pertumbuhan ekonomi melambat. Ketidakpastian mengenai dampak perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump juga memperburuk sentimen pasar, menyebabkan gejolak di bursa saham pekan ini.

Kepala Strategi Pasar Barclays Private Bank Julien Lafargue mengatakan tinggi atau rendahnya angka inflasi Februari bisa menjadi situasi yang merugikan semua pihak.

”Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, maka narasi stagflasi akan semakin kuat. Sebaliknya, jika lebih rendah, kekhawatiran akan resesi semakin mendalam,” ungkapnya.

Kenaikan Harga Makanan

Salah satu faktor utama yang mendorong inflasi adalah lonjakan harga bahan makanan dalam beberapa bulan terakhir. Harga telur mencapai rekor tertinggi akibat wabah flu burung, yang berdampak luas pada pasokan pangan.

Komoditas pokok lainnya seperti daging, buah-buahan, dan gula juga mengalami lonjakan harga yang signifikan sejak awal tahun. Para ekonom memperkirakan tren kenaikan ini masih akan berlanjut dalam laporan inflasi bulan ini.

“Harga telur terus meningkat pada Februari, sementara harga bahan makanan di tingkat grosir juga melonjak dengan kecepatan yang lebih tinggi,” tulis tim ekonom Morgan Stanley yang dipimpin Diego Anzoategui.

Menurut perkiraan Morgan Stanley, inflasi bahan makanan akan tetap lebih tinggi dari tren sebelum pandemi setidaknya hingga musim panas.

Biaya Layanan

Sementara itu, sektor jasa yang menjadi perhatian utama Federal Reserve menunjukkan tanda-tanda pelonggaran setelah mengalami kenaikan tertinggi dalam setahun pada Januari. Harga tiket pesawat dan biaya medis yang lebih rendah diperkirakan menjadi faktor utama perlambatan ini.

Ekonom Bloomberg Economics Anna Wong menyoroti bahwa data Februari mencerminkan ketidakseimbangan antara permintaan yang lebih lemah untuk layanan seperti hotel dan perjalanan serta kenaikan harga barang yang masih berlanjut.

“Turunnya harga layanan adalah indikasi melemahnya daya beli konsumen untuk kebutuhan non-esensial. Namun, disinflasi di sektor barang tampaknya terhenti, bahkan sebelum dampak kebijakan tarif Trump sepenuhnya terasa,” tulisnya.

Di sisi lain, sektor perumahan masih menjadi tantangan bagi inflasi AS. Ekonom Citigroup Inc., Veronica Clark dan Andrew Hollenhorst, memperkirakan harga tempat tinggal naik 0,27% pada Februari, sedikit lebih lambat dibandingkan kenaikan Januari.

Dampak Kebijakan Tarif?

Beberapa ekonom meyakini bahwa laporan inflasi Februari dapat memberikan gambaran awal tentang dampak kebijakan tarif tambahan yang diberlakukan Trump, terutama pada impor dari China.

Ekonom Bank of America Corp., Stephen Juneau dan Jeseo Park, mencatat salah satu faktor yang menjadi perhitungan dalam proyeksi inflasi adalah penerapan tarif tambahan 10% terhadap produk impor dari China yang mulai berlaku pada awal Februari.

”China merupakan pemasok utama bagi sejumlah produk seperti perabot rumah tangga, pakaian, dan elektronik. Jika dampak tarif belum terlihat pada Februari, maka kemungkinan besar akan terasa lebih signifikan dalam laporan inflasi bulan-bulan mendatang,” ungkap mereka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper