Kebijakan Trump
Sebagai informasi, Trump resmi menetapkan tarif minimum sebesar 10% untuk seluruh mitra dagang AS per 5 April 2025, tak terkecuali negara dalam kategori miskin atau least developed countries (LDCs). Sementara itu, negara-negara yang dianggap menerapkan hambatan perdagangan tinggi bagi produk-produk AS akan menjadi sasaran tarif yang lebih besar per 9 April 2025.
Trump dalam banyak pidatonya beralasan bahwa penerapan tarif tinggi ditujukan untuk mewujudkan anggaran yang berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.
“Ini adalah deklarasi pembebasan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dikutip dari Reuters.
Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif timbal balik sebesar 32%. Terdapat beberapa produk yang dikecualikan dari tarif yakni barang yang dilindungi 50 USC 1702(b) misalnya barang medis dan kemanusiaan, produk yang telah dikenakan tarif berdasarkan Section 232 yaitu baja, aluminium, mobil dan suku cadang mobil, produk strategis yaitu tembaga, semikonduktor, produk kayu, farmasi, bullion (logam mulia), serta energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia di AS.
Alasannya, pemerintah AS menganggap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang diterapkan pemerintah Indonesia kurang adil.
"Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih," tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Kamis (3/4/2025).
Baca Juga
Padahal, sebelumnya produk asal Indonesia hanya dikenai tarif 10% oleh pemerintah AS—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.