Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) memberikan kritik terkait pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita terkait serapan tenaga kerja yang disebut lebih besar daripada angka pemutusan hubungan kerja (PHK) industri.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, pernyataan tersebut perlu dikoreksi lantaran perbandingan yang tidak setara. Investasi baru hanya menyerap angkatan kerja segmen freshgraduate, sementara banyak buruh yang terkena PHK di luar segmen tersebut.
"Beberapa waktu lalu kami mendapatkan rilis dari pemerintah melalui Kemenperin, Pak Agus [Menperin Agus Gumiwang] menyampaikan tidak usah khawatir bahwa penyerapan tenaga kerja melalui investasi yang baru itu jauh lebih tinggi daripada korban PHK," kata Ristadi dalam sesi tanya jawab dengan Presiden Prabowo Subianto di agenda Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).
Perbedaan segmen pekerja yang baru terserap dan ter-PHK ini dinilai perlu menjadi perhatian serius. Tak hanya itu, menurut Ristadi, serapan tenaga kerja dari investasi yang baru juga hanya beberapa orang saja dan pengalaman tertentu.
Di samping itu, Ristadi menerangkan bahwa data-data PHK yang tersajikan saat ini berbeda-beda. Fakta di lapangan pun disebut angka PHK jauh lebih tinggi dibandingkan data dari pelaku usaha yang melaporkan.
"Banyak mendapatkan pengusaha-pengusaha yang tidak mau melaporkan tidak mau ekspos di perusahaannya terjadi PHK dengan alasan menjaga trust perbankan dan buyer. Kami meyakini data PHK yang tersajikan ini lebih sedikit dari fakta di lapangan yang terjadi. Kami usulkan bikin sensus khusus PHK," terangnya.
Baca Juga
Merujuk pada laman resmi Kemenperin, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa memang benar ada penutupan beberapa pabrik dan PHK. Pihaknya menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut.
"Kemenperin terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja baru lebih banyak dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi pekerja yang terdampak PHK,” kata Agus.
Meski demikian, dia menyampaikan bahwa sektor manufaktur menyerap tenaga kerja baru lebih banyak, dibanding jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Hal ini diketahui dari pelaku industri yang melaporkan mulai melakukan produksi pada Kemenperin. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada tahun 2024, jumlah tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur yang mulai berproduksi tahun 2024 mencapai 1.082.998 tenaga kerja baru.
Angka ini lebih besar dari jumlah PHK yang dilaporkan Kemenaker pada tahun 2024 sebesar 48.345 orang (sesuai data Kementerian Ketenagakerjaan). Sebagai catatan, jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode tersebut bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi.
Lebih lanjut, data dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) tersebut menunjukkan pada tahun 2024 rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1 banding 20.
Menurut dia, dari data tersebut, ketika satu tenaga kerja kena PHK sektor manufaktur mampu menciptakan dan menyerap 20 tenaga kerja baru. Rasio ini terus naik sejak tahun 2022 sebesar 1:5, menjadi 1:7 pada, dan 1:20 pada 2024. Kenaikan ini menunjukkan kinerja serapan tenaga kerja manufaktur Indonesia semakin baik.