Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mewanti-wanti agar defisit neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) tetap dijaga usai tarif resiprokal impor ditunda.
Ketidakpastian hasil negosiasi dengan AS masih memunculkan kekhawatiran akan penerapan tarif 32% yang diberlakukan untuk Indonesia. Dengan penundaan penerapan tarif 3 bulan ke depan, bukan tidak mungkin terjadi pola permintaan yang berubah signifikan.
Ketua Umum APSyFI Redma G. Wirawasta mengatakan, pihaknya meyakini dalam 90 hari ke depan dan upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah akan mendorong perubahan tarif resiprokal impor AS untuk Indonesia.
"90 hari memang bisa terjadi perubahan yang cukup besar, tapi akan lebih baik jika dilakukan secara normal agar defisit perdagangan mereka dari kita bisa terjaga," kata Redma kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).
Tak hanya itu, Redma juga menegaskan bahwa proses negosiasi tetap berlanjut untuk menghitung ulang perhitungan tarif resiprokal atas produk Indonesia.
Dalam hal ini, penurunan tarif dapat dilakukan dengan mengurangi nilai dari barang ekspor ke AS dengan dugaan kuat transhipment dalam bulan produksi Indonesia.
Baca Juga
"Memberikan komitmen untuk menaikkan impor kita dari AS beserta langkah-langkah perbaikan kebijakan yang terkait, di sini kita bisa minta evaluasi setiap 3 bulan jika terjadi pengurangan defisit perdagangan AS dari Indonesia," jelasnya.
Di sisi lain, negosiasi besaran diskon tarif juga dapat didorong dengan menggunakan minimal 20% komponen lokal AS, termasuk negosiasi cara perhitungan US content.
Untuk diketahui, periode Januari-Februari 2025, perdagangan Indonesia dengan AS menghasilkan surplus senilai US$3,14 miliar. Salah satunya surplus disumbang oleh komoditas pakaian dan aksesorisnya (rajutan) (HS 61) dengan surplus US$433,3 juta, serta alas kaki (HS 64) senilai US$407,7 juta. Pakaian dan aksesorisnya (rajutan) menjadi komoditas unggulan kedua ekspor RI ke AS.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, pelaku usaha harus bersiap untuk menghadapi demand shock dari para buyer asal Amerika yang diperkirakan akan turun tajam hingga 30% pascapenerapan tarif resiprokal.
"Kebijakan tarif yang diberlakukan AS telah memberikan dampak yang nyata terhadap industri TPT [tekstil dan produk tekstil] Indonesia, hanya dalam 2 hari setelah pengumuman tarif resiprokal tarif anggota kami menerima email dan surat dari brand yang meminta hold produksi dan pengiriman dan adanya permintaan diskon 15%," pungkasnya.