Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Royalti Minerba Naik, Defisit APBN Terjaga?

Pengamat pajak meyakini kenaikan royalti minerba tersebut bisa menjaga defisit APBN.
Ilustrasi Kapal Tongkang /ANTARA-Nova Wahyudi
Ilustrasi Kapal Tongkang /ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menaikkan sejumlah tarif royalti minerba sebagai upaya optimalisasi penerimaan negara bukan pajak alias PNBP. Pengamat pajak pun meyakini kenaikan royalti minerba tersebut bisa menjaga defisit APBN.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar melihat pemerintah perlu menambah penerimaan negara untuk menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ekskalasi ketidakpastian global usai perang tarif yang diinisiasi Presiden AS Donald Trump.

Belum lagi sejumlah janji politik pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang memerlukan dana yang tidak sedikit. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengumumkan APBN mengalami defisit Rp104,2 triliun sampai dengan akhir Maret 2025 atau setara 0,43% terhadap produk domestik bruto (PDB). APBN 2025 sendiri dirancang defisit senilai Rp616,2 triliun atau setara 2,53% terhadap PDB. 

Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila pemerintah mencoba meningkatkan penerimaan negara. Menurutnya, opsi kenaikan tarif royalti minerba merupakan langkah yang tepat dibandingkan opsi yang lain.

"Opsi yang lain akan lebih berdampak pada kelas menengah ataupun daya beli masyarakat. Kalaupun ada dampak kenaikan royalti terhadap kelas menengah ataupun daya beli, saya kira dampaknya yang paling kecil dibandingkan dengan opsi optimalisasi penerimaan yang lain," ujar Fajry kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).

Apalagi, sambungnya, dua tahun terakhir PNBP punya peran penting menopang perencanaan anggaran ketika kinerja penerimaan pajak sedang lesu.

Pada 2024 misalnya, realisasi PNBP mencapai Rp579,5 triliun atau melampaui target (117,8% dari target sebesar Rp492 triliun). Di sisi lain, penerimaan perpajakan sebesar Rp2.232,7 triliun atau hanya mencapai 96,7% dari target (Rp2.309,9 triliun).

Akibatnya, defisit APBN 2024 bisa terjaga di angka 2,29% pada akhir tahun. Padahal dalam laporan semester I, Kementerian Keuangan sempat melebarkan target defisit APBN 2024 ke 2,7%.

"PNBP dari SDA [sumber daya alam] berkontribusi paling besar dari PNBP. Dengan kenaikan tarif ini, kita harapkan bahwasanya penerimaan PNBP bisa naik optimal sehingga pemerintah mampu menjaga defisit APBN tetap di bawah 3% sehingga makroekonomi kita stabil," ujar Fajry 

Selain itu, sambungnya, kenaikan tarif ini diperlukan mengingat PNBP dari BUMN sudah tidak masuk lagi ke kas negara namun dikelola oleh Danantara.

"Oleh karena itu, kenaikan tarif PNBP Minerba menjadi urgent dilakukan untuk mengurangi risiko shortfall penerimaan PNBP pasca dibentuknya Danantara," tutup Fajry.

Sebagai informasi, peningkatan royalti minerba itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Beleid baru itu menggantikan PP No. 26/2022, yang sebelumnya mengatur tarif royalti minerba.

Berikut Jenis Royalti Minerba yang Tarifnya Naik:

1. Batubara (open pit) tingkat kalori ≤ 4.200 kkal/kg dengan harga batubara acuan (HBA) ≥ US$90: dari 8% per ton menjadi 9% per ton.

2. Batubara (open pit) tingkat kalori > 4.200—5.200 kkal/kg dengan HBA ≥ US$90: dari 10,5% per ton menjadi 11,5% per ton.

3. Bijih nikel: dari tarif tunggal 10% per ton menjadi multitarif 14%—19% per ton sesuai harga mineral acuan (HMA)

4. Nikel matte: dari tarif tunggal 2% per ton menjadi multitarif 3,5%—5,5% per ton sesuai HMA

5. Ferro nikel: dari tari tunggal 2% per ton menjadi multitarif 4%—6% per ton sesuai HMA 

6. Tembaga (bijih tembaga): dari tarif tunggal 5% per ton menjadi 10%—17% per ton sesuai HMA

7. Emas (bijih tembaga): dari multitarif 3,75%—10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%—16% per troy ounce sesuai harga.

8. Tembaga (konsentrat tembaga): dari tarif tunggal 4% per ton menjadi multitarif 7%—10% per ton sesuai HMA

9. Emas (konsentrat tembaga): dari multitarif 3,75—10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%—16% per troy ounce sesuai harga

10. Perak (konsentrat tembaga): dari 4% per ounces menjadi 5% per troy ounce

11. Katoda tembaga: dari tarif tunggal 2% per ton menjadi multitarif 4%—7% per ton sesuai HMA 

12. Emas (lumpur anoda): dari multitarif 3,75—10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%—16% per troy ounce sesuai harga

13. Perak (lumpur anoda): dari 3,25% per ounces menjadi 5% per troy ounce 

14. Platina (lumpur anoda): dari 2% per ton menjadi 3,75% per troy ounce 

15. Emas primer (emas sebagai logam utama): dari multitarif 3,75—10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%—16% per troy ounce sesuai harga

16. Perak primer: dari 3,25 per ounces menjadi 5% per troy ounce 

17. Logam timah: dari tarif tunggal 3% per ton menjadi multitarif 3%—10% per ton sesuai HMA 

18. Emas (bullion timbal): dari multitarif 3,75—10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%—16% per troy ounce sesuai harga

19. Perak (bullion timbal): dari 3,25% per ounces menjadi 5% per troy ounce


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper