Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan yang berasal dari kinerja ekspor dan impor akan melanjutkan tren penurunan pada Maret 2025.
Josua menilai meski pada bulan tersebut belum terdampak efek tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump, tetapi penurunan mulai terjadi akibat faktor musiman. Umumnya, selama bulan Ramadan menyebabkan kinerja ekspor melemah dan impor meningkat.
“Setelah mencatat surplus sebesar US$3,12 miliar pada Februari 2025, kami memproyeksikan surplus akan turun menjadi US$2,62 miliar pada Maret 2025,” ujarnya, Senin (21/4/2025).
Proyeksi tersebut sedikit lebih rendah dari konsensus 15 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah atau median surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 diproyeksikan sebesar US$2,9 miliar
Secara khusus, Josua memperkirakan ekspor akan terkontraksi sebesar 3,52% secara tahunan (year on year/yoY), berbalik arah dari pertumbuhan 14,05% pada bulan sebelumnya.
Pelemahan ekspor ini mencerminkan pola historis selama Ramadan, ketika fokus ekonomi beralih ke permintaan domestik menjelang Idulfitri.
Baca Juga
Sementara itu, Josua memproyeksikan impor meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan domestik yang musiman selama Ramadan. Pertumbuhan impor diperkirakan naik menjadi 6,48% YoY dari 2,30% yoy pada Februari 2025.
Kenaikan ini didorong oleh lonjakan permintaan barang konsumsi terkait kebutuhan puasa dan Lebaran, serta peningkatan impor bahan baku dan barang modal untuk memenuhi lonjakan konsumsi tersebut.
Dari sisi sektor, kinerja ekspor sangat terpengaruh oleh tekanan dari perlambatan perdagangan global dan normalisasi harga komoditas, terutama pada sektor-sektor unggulan seperti batu bara, CPO, dan produk logam.
Di sisi lain, impor didorong oleh sektor konsumsi dan manufaktur yang menyesuaikan produksi untuk memenuhi permintaan musiman.
Ke depan, seiring dengan penerapan tarif resiprokal dan tarif penundaan selama 90 hari sejak 9 April 2025, Josua menilai tren penurunan ini menunjukkan bahwa neraca perdagangan dapat menghadapi tantangan lebih besar.
“Terutama jika tekanan dari perang dagang global meningkat dan permintaan eksternal melemah lebih lanjut,” lanjutnya.
Bukan hanya akan berdampak kepada neraca perdagangan, namun juga pada prospek transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang diperkirakan akan mengalami defisit sebesar 1,18% dari PDB tahun ini.
Untuk itu, Josua mengingatkan kepada pemerintah bahwa stabilitas neraca perdagangan tetap sangat bergantung pada keberlanjutan permintaan global, efektivitas kebijakan DHE SDA, serta ketahanan permintaan domestik.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja ekspor, impor, dan neraca dagang periode Maret 2025 pada hari ini, Senin (21/4/2025) pukul 11.00 WIB.
Sejalan dengan penerapan tarif sejak April, maka kinerja ekspor impor maupun neraca perdagangan akibat efek tarif Trump baru akan terllihat pada pengumuman bulan berikutnya.