Bisnis.com, JAKARTA — Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah berencana menambah nilai impor minyak dan gas alias migas dari AS hingga US$10 miliar, sebagai bagian dari negosiasi tarif resiprokal 32% yang diterapkan Presiden AS Donald Trump ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam 10 tahun terakhir impor migas dari AS memang naik berkali-kali lipat. Hanya saja, angkanya masih jauh dari US$10 miliar.
Pada 2016 misalnya, BPS mencatat nilai impor migas dari AS 'hanya' US$91,9 juta. Nilai tersebut kemudian naik drastis tahun-tahun berikutnya: US$422,7 juta pada 2017, US$1,06 miliar pada 2018, hingga puncak tertingginya sebesar US$2,57 miliar pada 2021.
Sementara pada tahun lalu, Indonesia mengimpor migas dari AS senilai US$2,49 miliar. Artinya, jika pemerintah berencana menambah impor migas hingga US$10 miliar maka artinya ada kenaikan hingga empat kali lipat dari realisasi tahun lalu.
Sepanjang tahun ini atau Januari—Maret 2025, BPS mencatat Indonesia sudah mengimpor migas dari AS senilai US$798,3 juta. Nilai tersebut naik hingga 45,7% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$547,9 juta.
Sebelumnya, Bahlil menyatakan Kementerian ESDM akan menambah kuota impor liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak dari AS dengan nilai hingga US$10 miliar. Alasannya, pemerintah ingin menekan surplus neraca perdagangan dengan AS yang mencapai US$14,6 miliar.
Baca Juga
"Kalau ini aja kita geser maka defisit neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi, neraca kita balance, ini yang akan kita lakukan," jelasnya kepada wartawan di JCC Senayan, Selasa (15/4/2025).
Adapun, selama ini impor minyak Indonesia sebagian besar berasal dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin, sedangkan sekitar 54% impor LPG RI berasal dari AS. Demi meningkatkan impor dari AS, pembelian LPG dan minyak dari negara-negara tadi pun bakal dikurangi.
Meski naik berkali-kali lipat, Bahlil mengklaim kas negara tidak akan terbebani. Menurutnya, yang terjadi hanya pengalihan saja.
“Sebenarnya ini kan kita sudah beli dari negara-negara di Middle East, di Afrika kemudian di negara di Asia Tenggara. Ini kita pindah, switch aja ke Amerika dan itu tidak membebani APBN dan juga tidak menambah ke kuota impor kita. Enggak ada sebenarnya,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, dikutip pada Jumat (18/4/2025).
Sebagai informasi, delegasi Indonesia saat ini memang sedang melakukan negosiasi dengan pemerintah AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto resmi menyerahkan proposal tawaran negosiasi ulang penerapan tarif resiprokal yang dikenakan ke Indonesia sebesar 32% ke Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick di Washington DC, AS pada Sabtu (19/4/2025) waktu setempat.
Airlangga menyampaikan Indonesia menawarkan untuk meningkatkan pembelian dan impor barang AS agar menyeimbangkan neraca perdagangan antar kedua negara. Indonesia berencana melakukan pembelian produk energi (crude oil, LPG, dan gasoline) serta pertanian (soybeans, soybeans meal, dan wheat) AS.
Di sisi lain, Airlangga meminta penurunan tarif ekspor ke AS khususnya terhadap ekspor Top-20 produk utama Indonesia. Apalagi, selama ini tarif impor Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara kompetitor atau produsen barang sejenis.
Delegasi Indonesia dan pemerintah AS sendiri sudah sepakat menyelesaikan negosiasi dalam waktu 60 hari ke depan.