Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai masuknya China dalam pengembangan proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) seharusnya bisa membuat harga lebih murah.
Hal ini merespons kabar terbaru dari proyek DME di Tanah Air yang selama ini masih jalan di tempat. Adapun kabar teranyar, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menyebut ECEC asal China berminat menjadi investor menggantikan Air Products & Chemicals Inc.
Namun, masih terdapat sejumlah tantangan dari sisi keekonomian. Menurut perhitungan PTBA, harga DME yang dapat dihasilkan yakni senilai US$911–US$987 per ton atau lebih besar dari harga patokan DME yang diusulkan oleh Kementerian ESDM pada 2021, yakni sebesar US$617 per ton yang merupakan harga pasar, tapi belum termasuk subsidi.
Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute), Pri Agung Rakhmanto, mengatakan seharusnya kerja sama dengan China membuat DME lebih murah.
Menurutnya, China dalam hal harga DME sebenarnya termasuk yang paling kompetitif dibanding Amerika Serikat (AS) atau Jerman. Pri Agung menyebut batu bara Negeri Tirai Bambu merupakan yang terbesar cadangan maupun stoknya.
"Jadi, kerja sama dengan China mestinya harus bisa memanfaatkan keunggulannya untuk bisa membuat harga DME di kita menjadi lebih murah," kata Pri Agung kepada Bisnis, Selasa (6/4/2025).
Baca Juga
Dia menyebut harga pasar DME di internasional sebenarnya bervariasi di kisaran US$500 hingga US$1.000 per ton. Harga ini tergantung rantai pasok, stok, maupun pasar itu sendiri.
Pri Agung pun menuturkan, harga batu bara saat ini 50% lebih murah dibanding 2023. Oleh karena itu, harga DME pun seharusnya sudah bisa lebih murah.
Dia pun mengingatkan pemerintah untuk mengkaji hal tersebut. Selain itu, pemerintah juga perlu menelaah harga DME terhadap harga keekonomian LPG. Sebab, keduanya akan berkaitan dengan besaran subsidi.
"Dari situ akan terlihat apakah ada ruang bagi pemerintah atau tidak untuk memberikan insentif keekonomian untuk DME ini," ucap Pri Agung.
Sebelumnya, merujuk paparan PTBA, ECEC yang telah menyampaikan proposal awal (preliminary proposal) coal to DME pada November 2024, mengusulkan processing service fee (PSF) indikatif senilai US$412 hingga US$488 per ton. Angka tersebut lebih besar dibanding ekspektasi Kementerian ESDM, yakni senilai US$310 per ton.