Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan merancang defisit anggaran pada tahun kedua pemerintahan Prabowo Subianto atau pada 2026 di rentang 2,48% hingga 2,53% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran ini biasanya akan dibiayai dengan utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kebijakan fiskal yang tepat sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui strategi counter cyclical yang efektif dan tepat dari sisi timing pelaksanaan. APBN yang kuat juga memberi dukungan kepada dunia usaha, dan masyarakat.
Selain itu, dirinya menyebut dengan defisit yang telah dirancang, keberlanjutan fiskal bakal tetap terjaga .
“Dalam menghadapi tekanan global dan mengatasi masalah struktural nasional, kebijakan fiskal dirancang tetap ekspansif, terarah, dan terukur dengan defisit fiskal dijaga pada kisaran 2,48% sampai dengan 2,53% PDB,” ujarnya di DPR, Selasa (20/5/2025)
Dalam catatan Bisnis, angka tersebut tak jauh berbeda dari target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar 2,53%. Dengan PDB Rp24.355,73 triliun, maka pemerintah merancang utang setara Rp616,2 triliun.
Sementara secara nominal bila menggunakan acuan PDB yang sama, artinya defisit ditargetkan sekitar Rp604,02 triliun hingga Rp616,2 triliun.
Baca Juga
Adapun, berbeda dengan penyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun-tahun sebelumnya, pada tahun ini tidak disebutkan target rasio utang pemerintah terhadap PDB.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pembiayaan fiskal akan terus dijaga secara inovatif, prudent, dan sustainable untuk mendorong peningkatan investasi pemerintah dalam perekonomian. Dia menyebut, pemerintah akan terus mengendalikan rasio utang dalam batas aman dan manageable dan mendorong efektivitas pembiayaan investasi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU, dan SMV yang disinergikan melalui keberadaan Danantara.
Selain itu, pemerintah juga akan memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian, peningkatan akses pembiayaan investasi dan modal kerja dan/atau rumah bagi MBR dan UMKM, serta mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang sustainable.