Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Anggaran China Pecah Rekor Imbas Perang Tarif Lawan AS

Stimulus fiskal untuk menopang perekonomian di tengah perang dagang mendorong defisit anggaran China Januari-April 2025 ke rekor tertinggi.
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Dado Ruvic-illustration
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Dado Ruvic-illustration

Bisnis.com, JAKARTA — Defisit anggaran China melonjak ke rekor tertinggi dalam empat bulan pertama tahun ini, seiring upaya Beijing mempercepat stimulus fiskal demi menahan dampak eskalasi konflik dagang dengan Amerika Serikat.

Melansir Bloomberg pada Rabu (21/5/2025), Kementerian Keuangan China mencatat defisit fiskal melebar menjadi 2,65 triliun yuan atau sekitar US$367 miliar pada periode Januari–April 2025. Angka ini membengkak lebih dari 50% dibandingkan tahun lalu dan menjadi yang terbesar dalam sejarah untuk periode tersebut.

Lonjakan defisit ini menjadi sinyal paling gamblang bahwa pemerintah China telah menginjak pedal gas dalam merealisasikan stimulus fiskal yang dirancang tahun ini, sebagai respons atas tekanan eksternal yang terus membayangi perekonomian.

Ketegangan dagang memuncak pada April, ketika tarif Amerika Serikat terhadap sebagian besar barang China melonjak hingga 145%, sebelum akhirnya kedua negara menyepakati gencatan senjata pada awal Mei.

Di tengah tekanan tersebut, belanja pemerintah melonjak, sementara pendapatan negara menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Total pendapatan dari dua buku fiskal utama mencapai 9,32 triliun yuan, hanya turun 1,3% secara tahunan, membaik dibanding penurunan tajam pada kuartal sebelumnya.

Ekonom Goldman Sachs mencatat bahwa pendapatan pajak pada April naik 1,9% secara tahunan (year on year/YoY), didorong oleh pemulihan penerimaan dari pajak penghasilan individu.

Sementara itu, total pengeluaran naik 7,2% menjadi 11,97 triliun yuan. Angka ini mencakup belanja dalam anggaran umum serta dana proyek pemerintah yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan investasi modal.

Pos pengeluaran yang tumbuh paling cepat adalah pembayaran bunga utang, yang melonjak 11% yoy. Disusul oleh belanja jaminan sosial, ketenagakerjaan, dan sektor pendidikan—semuanya berperan penting dalam menjaga stabilitas sosial di tengah ketidakpastian global.

Tanda-tanda percepatan belanja infrastruktur juga mulai terlihat jelas. Belanja dalam anggaran dana pemerintah pusat melonjak 75% dibanding tahun lalu, sedangkan pemerintah daerah mencatatkan kenaikan sebesar 16,6%.

Namun, dengan tercapainya gencatan senjata sementara antara China dan AS serta membaiknya data ekonomi April, tekanan untuk menggulirkan stimulus tambahan mulai berkurang. Beberapa bank global telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun ini dan menurunkan ekspektasi stimulus lanjutan.

“Peningkatan belanja yang didukung oleh pendapatan yang mulai stabil mengurangi urgensi untuk memperlebar defisit lebih lanjut pada paruh kedua tahun ini,” ujar Zhaopeng Xing, ekonom senior di Australia & New Zealand Banking Group.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper