Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan DPR soal Asumsi Makro dan APBN 2026: Penurunan Pajak hingga Deindustrialisasi

Banggar DPR memberi sejumlah catatan atas KEM-PPKF 2026, dari soal mitigasi tarif Trump, shortfall pajak, hingga komitmen menjalankan program prioritas.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers usai Pengesahan UU APBN TA 2025 di kompleks Parlemen, Kamis (19/9/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers usai Pengesahan UU APBN TA 2025 di kompleks Parlemen, Kamis (19/9/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat atau Banggar DPR Said Abdullah memberi sejumlah catatan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2026 (KEM-PPKF) yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Sri Mulyani menyampaikan target ekonomi makro yaitu pertumbuhan ekonomi 5,2%—5,8%, inflasi 1,5%—3,5%, nilai tukar Rp16.500—Rp16.900 per dolar AS, suku bunga SBN 6,6%—7,2%, ICP 60—80/USD, lifting minyak bumi 600-605 ribu barel/hari, lifting gas bumi 953-1017 setara ribu barel/hari.

Adapun perkiraan postur APBN 2026 yaitu pendapatan negara 11,7%—12,2% dari PDB, belanja negara 14,19%—14,75% dari PDB, defisit APBN 2,48%—2,53% dsri PDB. Sementara target kesejahteraan, tingkat kemiskinan di kisaran 6,5%—7,5%, tingkat pengangguran 4,44%—4,96%, gini rasio 0,377—0,380, dan Indeks Modal Manusia 0,57.

Menanggapi asumsi ekonomi makro dan perkiraan postur APBN 206 itu, Said Abdullah memberi enam catatan. Pertama, terkait perang tarif yang telah mengguncang tata perdagangan global.

"Pemerintah perlu menggalang organisasi internasional untuk mengoreksi praktik pengenaan tarif sepihak yang dibalas dengan retaliasi," ujar Said, Selasa (20/5/2025).

Kedua, shortfall atau penurunan penerimaan pajak sebagai yang kerap terjadi pada awal 2025. Menurutnya, penurunan tersebut akibat rendahnya harga komoditas ekspor, menurunnya sejumlah pabrikan karena berbagai faktor tekanan ekonomi dan persaingan usaha, serta turunnya tingkat konsumsi rumah tangga.

Masalahnya, Said melihat sejumlah tantangan tersebut akan berlanjut pada tahun depan. Padahal, dia menekankan bahwa pendapatan negara menjadi pilar penting untuk memastikan penganggaran berbagai program strategis, termasuk untuk pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo di tahun depan yang sangat besar.

"Oleh sebab itu pemerintah perlu memikirkan target pendapatan negara yang realistis-optimistis. Untuk itu diperlukan kebijakan ekstensifikasi perpajakan, setidaknya dari sisi cukai, tarif minerba, dan sektor digital," jelasnya.

Ketiga, program ketahanan pangan. Said mendorong implementasi program tersebut diakselerasinya sehingga ke depan pemerintah tidak perlu melakukan impor sejumlah bahan pangan pokok.

Menurutnya, salah satu agenda penting yang kurang maksimal dari program ketahanan adalah program redistribusi lahan. Dia mendorong pemerintah melanjutkan program redistribusi lahan 4,5 juta hektar untuk petani dan perkebunan rakyat, menyiapkan tenaga kerja terampil pedesaan untuk pengelolaan redistribusi lahan, dan dukungan teknologi terapan pada sektor pertanian yang termutakhir untuk mendorong efisiensi produksi.

Keempat, terkait program ketahanan energi yang juga perlu diakselerasi. Said menilai program pembangunan lima kilang minyak bumi perlu di lanjutkan untuk menambah kapasitas pengolahan minyak nasional agar tak bergantung pada impor.

"Di lain pihak kontribusi program Energi Baru dan Terbarukan perlu lebih besar lagi porsinya dalam produksi dan konsumsi energi nasional, serta memperbaiki mismatch [ketidakselarasan] energi nasional dari sisi produksi, konsumsi, dan kemampuan energi nasional kita," katanya.

Kelima, tren pelemahan pada sektor industri. Said menekankan industri merupakan sektor yang menampung tenaga kerja formal dari kelompok kelas menengah.

Dia meyakini jika pertumbuhan sektor industri tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi maka akan membuat kelas menengah tergerus, dan turun kelas.

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu mengingatkan bahwa Badan Pusat Statistik mencatat adanya penurunan jumlah kelas menengah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.

"Pemerintah perlu merevitalisasi sektor industri dengan menyiapkan ekosistem industri yang menopangnya seperti tenaga kerja, dukungan pendanaan, riset dan pengembangan teknologi, serta dukungan fiskal," ucap Said.

Lebih dari itu, sambungnya, pemerintah perlu menjadikan kekayaan sumber daya alam sebagai bahan baku penopang produk industri dalam negeri untuk menghasilkan produk manufaktur yang memenuhi rantai pasok global.

Keenam, delapan program strategis yang dicanangkan pada 2026 yaitu ketahanan pangan; ketahanan energi; Makan Bergizi Gratis (MBG); program pendidikan; program kesehatan; pembangunan desa, koperasi, dan UMKM; pertahanan semesta; serta akselerasi investasi dan perdagangan global. 

Menurutnya, dengan berbagai program tersebut pemerintah bisa lebih progresif dalam pencapaian target penurunan pengangguran. Pada akhir 2024, tingkat pengangguran 4,76% dan gini ratio 0,381; sedangkan asumsi 2026, tingkat pengangguran 4,44%—4,96% dan gini ratio 0,377-0,380.

"Angka ini menunjukkan tidak ada target yang baik, bagi menambah lapangan kerja bagi para pengangguran dan pengurangan kesenjangan sosial," tutup Said.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper