Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Mau Bangun PLTS 17,1 GW, Berkah untuk Industri Panel Surya?

Target pengembangan PLTS sebesar 17,1 gigawatt (GW) terbaru dinilai dapat mendorong pertumbuhan industri panel surya dalam negeri.
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai target pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 17,1 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru dapat mendorong pertumbuhan industri panel surya dalam negeri.  

Dalam RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2025-2034, direncanakan bahwa PLTS akan berkontribusi paling besar terhadap produksi listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang ditarget mencapai 61% atau 42,6 GW dari total target penambahan pembangkit.

Target PLTS dalam RUPTL terbaru naik signifikan dibandingkan target dalam RUPTL 2021-2030, di mana kontribusi PLTS hanya sebesar 4.680 megawatt (MW) atau 12% dari total kapasitas listrik EBT baru sebesar 40,6 GW. 

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, peningkatan target dalam RUPTL tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi PLN. Namun, dia menilai penambahan kapasitas pembangkit tersebut sesuai dengan proyeksi kenaikan permintaan listrik. 

"Dengan adanya potensi pengembangan PLTS oleh PLN, maka membuka kesempatan industri sel dan modul surya tumbuh di Indonesia," kata Fabby kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025). 

Dalam hal ini, PLN juga diminta untuk membangun kapasitas PLTS sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Fabby juga menyoroti pengembangan PLTS yang lebih besar dibandingkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). 

Adapun, pada RUPTL terbaru rencana pengembangan PLTA sebesar 11,7 GW, sementara pada RUPTL sebelumnya mencapai 10.391 megawatt (MW). 

"Dibandingkan PLTA, membangun PLTS itu jauh lebih mudah dan cepat serta risikonya rendah," ujar Fabby. 

Menurut dia, PLTS dapat dibangun di berbagai lokasi dengan rata-rata pembangunan PLTS skala utilitas lebih dari 100 MW dalam kurun waktu 12-18 bulan, setelah lokasi ditetapkan. Sementara itu, PLTA perlu waktu lebih dari 5 tahun. 

Oleh karena itu, dia memprediksi investasi pada energi terbarukan dan infrastruktur kelistrikan PLTS akan makin bertambah. Adapun, saat ini, Indonesia disebut memiliki kapasitas produksi modul surya mencapai 10 GW

"Dan akan mencapai 15 GW di akhir tahun ini. Jadi industri PV di Indonesia mampu memenuhi kebetulan nasional," tuturnya. 

Di sisi lain, Fabby menyoroti terdapat tantangan pengembangan PLTS, yakni terkait dengan ketentuan kuota PLTS atap yang mesti direvisi lantaran dinilai membatasi pegembangan PLTS atap. 

"Secara umum untuk PLTS skala besar tantangannya adalah di ketersediaan lahan, khususnya di daerah padat," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper