Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia akan mendirikan Bank Indonesia Digital Innovation Center alias BIDIC. BIDIC ditargetkan menjadi pusat pengembangan ekonomi digital di Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan pihaknya akan mengembangkan BIDIC dengan fungsi sebagai market intelligence (pengumpulan dan analisis data digital untuk strategi pasar), innovation experimentation (uji coba solusi atau produk digital baru), dan in-depth sandboxing (lingkungan uji coba inovasi digital dengan pengawasan digital).
"Ini bersama-sama melalui BIDIC ini, kita terus mengakselerasi inovasi yang aman, yang cepat, yang handal, dan juga bermanfaat bagi ekonomi dan keuangan inklusif ke depan," ujarnya, dalam sambutan acara Hackathon 2025 secara daring, Kamis (5/6/2025).
Oleh sebab itu, BI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar Hackathon 2025 sebagai cikal bakal BIDIC nantinya. Dia berharap Hackathon 2025 bisa menjadi ajang mencari ide hingga solusi yang dapat diuji dan direplikasi untuk mengembangkan ekonomi digital Indonesia ke depan.
Perry mencontohkan berbagai area yang perlu menjadi perhatian seperti formulasi kebijakan, layanan perbankan, sistem pembayaran, mitigasi resiko, penipuan, hingga rating atau pemeringkatan.
"Kita terus gelorakan ke depan untuk kontribusi nyata melalui inovasi dan solusi berbagai teknologi sebagai basis untuk mendigitalkan Indonesia di bidang ekonomi dan keuangan," katanya.
Baca Juga
Dia pun mendorong agar para inovator, developer, akademisi, profesional untuk mengambil bagian untuk menjawab tantangan besar pengembangan ekonomi digital ke depan melalui Hackathon 2025.
Lebih lanjut, Perry menjelaskan akselerasi transformasi digital nasional dalam lima tahun terakhir tak lepas dari dari peran BI melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2019-2025.
Secara khusus, digitalisasi penyaluran program-program bantuan sosial telah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19.
"Kita ingat pada waktu itu, seluruh penyaluran bantuan sosial yang semula cash [tunai], telah kita lakukan secara elektronifikasi dan digital sehingga sampai kepada masyarakat dan kemudian menyelamatkan Indonesia dari krisis," ucapnya.
Pascapandemi, partisipasi dan penerimaan digital semakin meluas. Sektor usaha dan masyarakat terdorong pengembangan model bisnis maupun berbagai layanan-layanan baru berbasis digital.
Perry mencontohkan sejak diluncurkan pada 2019, kini QR Indonesian Standard (QRIS) sudah digunakan lebih dari 56 juta orang dan 38 juta merchant. Menurutnya, QRIS sebagian besar dipakai oleh pelaku usaha UMKM.
Bahkan, QRIS juga sedang terinterkoneksi dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dengan demikian, warga Indonesia yang berlibur ke tiga negara tetangga itu bisa melakukan pembayaran secara lebih praktis begitu juga sebaliknya.
"Insya Allah 17 Agustus nanti kita bisa gunakan QRIS itu di Jepang dan kita juga akan launching uji coba QRIS interkoneksinya dengan Tiongkok dan dengan negara-negara lain termasuk Saudi Arabia," tuturnya.
Dalam BPSI 2019—2025, BI turut mengembangkan BI-Fast untuk transfer antarbank yang murah, cepat, dan 24 jam, Standard Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk penyamaan layanan pembayaran antar pelaku, elektronifikasi program sosial dan kartu kredit Indonesia untuk memperlancar transaksi keuangan pemerintah di pusat maupun di daerah, dan reformasi regulasi yang memperkuat industri pembayaran nasional.
"Tentu saja kita tidak boleh lengah, kita harus bersama terus mendorong digitalisasi nasional ke depan. Apalagi generasi Y, generasi Z, generasi Alpha semakin berperan sebagai pelaku ekonomi keuangan yang serba digital," katanya.
Oleh sebab itu, BI kembali meluncurkan BSPI 2025—2030 yang fokus ke lima inisiatif. Pertama, modernisasi infrastruktur pembayaran retail, postal, dan data. Kedua, konsolidasi industri pembayaran nasional. Ketiga, inovasi dengan market conduct dan perlindungan konsumen. Keempat, perluasan kerjasama internasional. Kelima, pengembangan rupiah digital.