Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) menyoroti masalah manajemen penyimpanan jagung pascapanen seiring dengan adanya target pemerintah mewujudkan swasembada pada 2026.
Ketua Umum APJI Sholahuddin mengatakan Indonesia sangat mungkin mencapai swasembada jagung pada 2026 jika pemerintah fokus pada permasalahan utama, yakni manajemen pascapanen.
Menurut Sholahuddin saat ini teknologi pascapanen di Indonesia seperti alat pengering dan gudang penyimpanan masih terbatas. Akibatnya, hasil panen petani rentan mengalami kerusakan lantaran manajemen pascapanen yang belum optimal.
“Yang perlu dilakukan adalah bagaimana penataan manajemen pascapanen,” kata Sholahuddin kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).
Dia menuturkan, 65% produksi jagung nasional dihasilkan pada kuartal pertama setiap tahunnya. Lantaran produksi terjadi pada bulan yang sama, hal ini lantas memicu terjadinya penumpukan hasil panen jagung di gudang penyimpanan.
Meski pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk menyerap jagung dari petani lokal, dia menilai penugasan itu tidak cukup membantu, mengingat perusahaan juga mendapat mandat untuk menyerap beras, sehingga gudang penyimpanan yang ada juga terbatas.
Baca Juga
“Bulog saja sudah nggak mampu nyimpan berasnya, terus bagaimana kalau penugasan Bulog beli jagung? Mau disimpan di mana jagung kita ini?” tanya dia.
Selain terbatasnya gudang penyimpanan, Sholahuddin mengatakan bahwa saat ini, petani jagung tidak memiliki kapasitas untuk mengeringkan jagung.
Dia mengharapkan, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dibentuk oleh pemerintah dapat menjadi jawaban dari polemik yang ada selama ini.
Menurutnya, jika koperasi ini betul-betul difasilitasi dengan gudang penyimpanan dan dilengkapi dengan mesin pengering, hal ini tentu dapat membantu para petani jagung, dalam hal ini terhadap masa simpan hasil panen jagung.
Selain alat pengering, Sholahuddin juga meminta dukungan pemerintah dari sisi perbenihan. Dia menuturkan, bantuan benih yang diberikan oleh pemerintah saat ini belum optimal lantaran memiliki kualitas di bawah premium.
“Jangan berikan benih, mohon maaf. Kenapa? Yang menang tender benih, itu semuanya di bawah premium [kualitasnya],” ungkapnya.
Alih-alih memberikan bantuan benih, dia mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi benih dalam bentuk insentif harga. Dengan begitu, para petani dapat membeli benih jagung dengan kualitas premium yang berujung pada peningkatan produksi jagung.
“Kami tidak butuh bantuan benih, yang kami butuhkan adalah subsidi hasil. Kalau bisa. Kalau nggak bisa, subsidi pembelian benihnya. Kalau diberikan bantuan benih, pasti benihnya jelek,” pungkasnya.
Dalam catatan Bisnis, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya meyakini Indonesia dapat mencapai swasembada jagung pada 2026. Menurutnya, keyakinan itu muncul usai dia menerima laporan langsung dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam acara Panen Raya Jagung Serentak Kuartal II dan Pelepasan Ekspor Jagung di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Kamis (5/6/2025).
Menurut orang nomor satu di Indonesia itu, pemerintahannya telah berhasil menunjukkan langkah nyata menuju kemandirian pangan, khususnya lewat komoditas beras. Kini, hal serupa juga tengah diwujudkan untuk jagung, yang tahun lalu masih diimpor sebanyak 500.000 ton.
“Kira-kira tahun 2026 sudah nggak impor lagi, ya Pak Menteri? Ekspor? Terima kasih. Saya diberi jaminan oleh dua tokoh Indonesia yang hebat Menteri Pertanian dan Kapolri, menjamin 2026 Indonesia tidak impor lagi jagung,” ujar Prabowo di hadapan para petani dan jajaran pemerintah.