Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memandang fondasi ekonomi Indonesia semakin kuat di tengah ketidakpastian saat ini, tercermin dari kewajiban neto investasi internasional mencapai level terendahnya pada kuartal I/2025.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mennyampaikan meskipun secara nominal posisi investasi internasional turun ke level terendahnya, yakni US$224,5 miliar, kondisi ini justru menggambarkan perbaikan fundamental dalam neraca internasional Indonesia.
“Penurunan kewajiban luar negeri serta peningkatan aset luar negeri memperkuat fondasi ketahanan eksternal yang dapat meredam risiko eksternal dan volatilitas pasar keuangan global,” ujarnya, Rabu (11/6/2025).
Alhasil hal tersebut menciptakan kondisi keuangan yang lebih solid bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Josua menjelaskan bahwa penurunan Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada kuartal I/2025 mencerminkan penguatan ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
Kondisi ini ditandai oleh turunnya kewajiban neto menjadi US$224,5 miliar atau sekitar 16% dari PDB, turun dibandingkan kuartal sebelumnya senilai US$245,7 miliar (17,6% dari PDB).
Baca Juga
Penurunan kewajiban neto tersebut terjadi karena adanya peningkatan aset finansial luar negeri (AFLN) sekaligus penurunan kewajiban finansial luar negeri (KFLN).
Secara khusus, posisi AFLN meningkat menjadi US$533,1 miliar, didukung oleh peningkatan investasi langsung, portofolio, dan aset lainnya yang mencerminkan ekspansi investasi Indonesia ke luar negeri serta diversifikasi portofolio aset internasional.
Sementara itu, kewajiban finansial luar negeri Indonesia menurun menjadi US$757,6 miliar, sejalan dengan penurunan utang investasi langsung serta investasi portofolio, yang merefleksikan berkurangnya ketergantungan terhadap pendanaan eksternal dalam jangka pendek maupun menengah.
“Meningkatnya aset internasional di tengah turunnya kewajiban eksternal menunjukkan soliditas struktur keuangan Indonesia, sekaligus mencerminkan ketahanan eksternal yang semakin kokoh terhadap gejolak ekonomi global maupun domestik,” tutur Josua.
Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mengungkapkan penurunan kewajiban neto ini terjadi seiring dengan kenaikan aset.
Di mana hampir seluruh komponen AFLN mencatat peningkatan transaksi penempatan di luar negeri, dengan kenaikan terbesar pada aset investasi lainnya terutama dalam bentuk pinjaman dan piutang usaha.
Terlebih pada Maret, posisi cadangan devisa Indonesia mencatatkan all time high di level US$157,1 miliar.
Meski demikian, Denny menyebutkan bahwa peningkatan posisi AFLN lebih lanjut juga didukung oleh pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global dan kenaikan harga emas internasional.