Bisnis.com, JEDDAH — Dua abad sebelum gagasan kampung haji Indonesia di Makkah tercetus, orang Aceh sudah punya tempat berteduh di atas sebidang tanah milik sendiri di Tanah Suci. Ratusan tahun kemudian, sebidang tanah itu memberi manfaat dan senyum semringah bagi jemaah haji Tanah Rencong setiap tahun.
Wajah-wajah semringah itu tampak pada suatu siang di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). Wakaf produktif Habib Bugak mengalirkan manfaat yang tahun ini dinikmati oleh 4.738 jemaah haji asal Aceh, berupa uang saku sebesar 2.000 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp8,6 juta.
Tak hanya manfaat langsung yang diterima masyarakat Aceh, kemasyhuran wakaf Habib Bugak juga menyediakan teladan tentang bagaimana aset wakaf produktif digagas dan dikelola sampai jauh melampaui zamannya.
Baitul Asyi atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti Rumah Aceh, adalah wakaf yang diberikan Habib Abdurrahman bin Alwi alias Habib Bugak Asyi, khusus untuk jemaah haji asal Aceh. Saat ini, wakaf Baitul Asyi berwujud beberapa hotel di Makkah yang sebagian keuntungannya dibagikan setiap musim haji kepada jemaah asal Bumi Serambi Makkah.
Habib Bugak datang ke Makkah sekitar 1.222 Hijriah atau 1809 Masehi dan membeli sebidang tanah di sekitar bukit Marwah dengan uang hasil patungan bersama saudagar dan masyarakat Aceh.
Habib Bugak kemudian membangun rumah yang diwakafkan atau dapat digunakan sebagai tempat tinggal orang Aceh atau jemaah haji Aceh selama di Makkah. Tanah dan bangunan itu kemudian dibeli untuk proyek perluasan Masjidil Haram.
Uang hasil ganti rugi itu, kemudian dibelikan tanah di sekitar Masjidil Haram. Pengembang kemudian membangun sejumlah hotel di atas tanah wakaf itu. Keuntungan dari hotel-hotel itulah yang dijadikan wakaf bagi jemaah haji asal Aceh setiap tahunnya.
Koordinator Pendistribusian Uang Wakaf Habib Bugak, Jamaluddin Affan Al Asyi mengatakan selain rutin membagikan uang saku setiap tahun kepada jemaah haji Aceh, wakaf ini juga ditargetkan bisa membiayai pembangunan hotel khusus untuk jemaah haji Aceh nantinya.
Jamaluddin menjelaskan saat ini ada dua hotel yang pengelolaannya berada di bawah Baitul Asyi, yakni Grand Al Massa dan Prestige Hotel. Namun tahun ini, Grand Al Massa sudah akan sepenuhnya kembali ke wakaf setelah lebih dari 22 tahun dikelola pengembang.
"Kemudian, kemarin juga Syekh Balthu [Nazhir wakaf Habib Bugak] berkeinginan ada peningkatan terus seiring dengan pemasukaan uang dari hasil dua hotel tersebut. Malahan titik akhir yang kami targetkan, beliau akan mencoba membangun hotel yang layak untuk ditempati jemaah haji Aceh," kata Jamaluddin ditemui di Makkah, belum lama ini.
Peningkatan yang ditargetkan juga termasuk nilai manfaat yang dibagikan kepada jemaah Aceh setiap tahun. Tahun lalu misalnya, jumlah uang saku yang diterima sebesar 1.500 riyal, meningkat menjadi 2.000 riyal tahun ini.
Sementara itu, dalam konteks ekonomi Islam, wakaf produktif dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Dengan pengelolaan yang tepat, wakaf produktif tidak hanya mendatangkan manfaat bagi penerima, tetapi juga keuntungan yang berkelanjutan untuk kepenting masyarakat yang lebih luas.
Baca Juga : Gerilya Pulangkan Rupiah dari Tanah Suci |
---|
Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI, Faisal Ali Hasyim berharap praktik wakaf produktif seperti Baitul Asyi ini juga bisa dipraktikkan secara masif di Tanah Air. Baitul Asyi menjadi teladan pengelolaan wakaf produktif yang profesional, akuntabel, dan amanah, dengan manfaat besar yang mengular panjang.
Faisal mengatakan pihaknya berminat mengundang Syekh Balthu berkunjung ke Tanah Air untuk membagikan pengalamannya mengelola wakaf produktif Baitul Asyi.
"Saya sudah sampaikan ke pengelola Wakaf Habib Bugak, Syekh Balthu agar beliau berkenan men-share bagaimana pengalaman Habib Bugak ini yang Alhamdulillah sudah memberikan hasil yang luar biasa, kita bisa belajar dari beliau," jelasnya.
Kementerian Agama, lanjutnya, menyambut perkembangan ini dengan positif agar pemberdayaan wakaf produktif dapat direalisasikan dengan baik di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebelumnya memperkirakan potensi aset wakaf Tanah Air mencapai Rp2.000 triliun, sementara potensi wakaf uang mencapai Rp188 triliun.
Namun demikian, realisasinya masih mini. Hingga akhir 2024, total aset wakaf uang yang terkumpul baru mencapai Rp2,9 triliun. BWI juga mencatat ada sekitar 440.500 titik tanah wakaf dengan luas total 57,2 hektare.
Kampung haji berbasis wakaf
Pemerintah baru-baru ini diketahui kembali mencuatkan rencana pembangunan kampung haji Indonesia di Arab Saudi. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan bertemu dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) pada awal Juli mendatang untuk membicarakan niat tersebut.
Nur Hidayah Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef mengusulkan skema wakaf produktif untuk realisasi rencana tersebut.
"[Proyek ini] Idealnya bersifat produktif jangka panjang perlu dipertimbangkan model long-term waqf atau build-operate-transfer," katanya, dihubungi dari Jeddah.
Bisa pula dipertimbangkan skema bisnis wakaf hybrid, seperti waqf-asset leasing. Wakaf hybrid adalah sebuah konsep yang menggabungkan wakaf tunai dan wakaf produktif, di mana dana wakaf tunai digunakan untuk mengembangkan aset produktif, dan hasil pengembangannya kemudian dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf.
Jika terealisasi, Nur Hidayah mengatakan proyek ini berpeluang menjadi hub logistik layanan haji dan umrah di luar musim haji. Bisa pula menjadi pusat diplomsi budaya dan ekonomi Indonesia di dunia Islam, serta simbol kemandirian dan martabat bangsa dalam melayani warganya di Tanah Suci.