Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan pelonggaran impor bahan baku untuk 10 komoditas disebut dapat mendorong industri berorientasi ekspor, meskipun ambisi untuk substitusi impor dengan komponen lokal dikesampingkan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mengatakan, upaya substitusi impor belum dapat dijalankan secara beriringan dengan langkah pemerintah untuk meningkatkan ekspor.
Tak dapat dipungkiri, sebagian besar bahan baku industri saat ini masih dipasok dari produk impor. Hal ini dikarenakan dari sisi kualitas dan kuantitas yang belum bisa dipenuhi dari produk lokal.
“Kadang ekspor orientation bahan bakunya jadi harus impor, negara-negara yang berhasil ekspor Korea mereka GVC [global value chain]-nya tinggi mereka juga punya komponen impor,” kata Telisa kepada Bisnis, Kamis (3/7/2025).
Dalam rangka menjaga daya saing industri berorientasi ekspor, maka kemudahan mendapatkan bahan baku impor diperlukan, kendati upaya pengendalian impor juga mesti diperhatikan agar tidak membanjiri pasar dalam negeri.
Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai impor bahan baku mengalami kenaikan 3,65% pada Januari-Mei 2025 menjadi US$69,40 miliar atau naik dari periode yang sama tahun lalu senilai US$66,96 miliar.
Baca Juga
Di sisi lain, impor barang modal juga mengalami kenaikan 17,67% (year-on-year/yoy) senilai US$18,82 miliar pada 5 bulan pertama tahun ini, meningkat dari periode yang sama tahun lalu US$15,99 miliar.
Menurut Telisa, kemudahan impor untuk bahan baku maupun barang modal efektif untuk mendukung kemajuan industri nasional yang tengah bersiap menghadapi kebijakan tarif Trump.
“Kalau substitusi impor kan lebih ke dalam negeri ya ke ekonomi nasional, kalau export oriented kan outward looking jadi agak sedikit beda, strateginya beda,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut dia, paket-paket deregulasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 17 hingga No. 23 Tahun 2025 yang mencakup tata kelola impor produk tekstil, elektronik, kimia hingga produk kehutanan adalah langkah yang tepat.
“Kita cari keseimbangan ya mungkin bisa jadi tetap memperhatikan agar ada pengendalian impor tapi tidak pakai kacamata kuda kalau impor lebih berkualitas dan kita masih butuh ya sambil berjalan, subtitusi impor enggak bisa drastis, itu bersamaan dengan kita meningkatkan ekspor,” jelasnya.
Terlebih, nilai ekspor industri pengolahan meningkat 16,53% menjadi US$88,60 miliar pada Januari-Mei 2025 atau naik dari periode yang sama tahun lalu US$76,03 miliar. Capaian tersebut mesti dipertahankan lantaran memberikan andil hingga 12% terhadap peningkatan total ekspor periode tersebut.