Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Prabowo Subianto harus menanggung beban utang jatuh tempo yang kian membengkak tahun depan menjadi Rp833,96 triliun.
Bengkaknya beban tersebut tampak bila dibandingkan dengan profil utang jatuh tempo pemerintah per 30 April 2024 yang senilai Rp803,19 triliun untuk 2026. Sementara dalam data terbaru yang Bisnis terima, jumlah tersebut naik Rp30,77 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto belum merespons pertanyaan Bisnis apakah kenaikan tersebut terdorong pergerakan nilai tukar rupiah maupun penerbitan obligasi yang lebih banyak.
Maklum, utang jatuh tempo tersebut bukan hanya dalam bentuk rupiah, namun juga valuta asing alias valas.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan pun mengasumsikan nilai tukar rupiah pada tahun depan akan bertengger di rentang Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS.
Lebih lemah dari kurs saat ini maupun pada 30 April 2024 yang lalu.
Baca Juga
Mengacu data tahun lalu tersebut, tercatat bahwa utang jatuh tempo 2026 terdiri dari Rp703 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp100,19 triliun sisanya merupakan pinjaman.
Sementara dalam data terbaru, utang jatuh tempo senilai Rp833,96 triliun tersebut tidak menjelaskan porsi SBN dan Pinjaman, namun memastikan bahwa nominal itu telah termasuk SBN burden sharing dengan Bank Indonesia yang senilai Rp154,5 triliun.
Secara tren, utang jatuh tempo tersebut mencapai puncaknya pada 2026 dan perlahan menurun namun tetap tinggi hingga 2029.
Jatuh tempo utang pada 2027 tercatat senilai Rp821,6 triliun, kemudian pada 2028 senilai Rp794,42 triliun, pada 2029 mencapai Rp749,71 triliun, dan 2030 senilai Rp636,05 triliun.
Menumpuknya beban ini pun telah diwaspadai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pasalnya, pemerintah dan Bank Indonesia telah sepakat berbagi beban alias burden sharing melalui Surat Utang Negara (SUN) yang maturitasnya maksimum 7 tahun. Adapun sebagian utang burden sharing pun mulai jatuh tempo pada 2025.
Sementara untuk penerbitan SBN dalam rangka kesepakatan bersama yang terjadi pada 2022, maka jatuh tempo utang maksimal pada 2029 mendatang atau pada akhir pemerintahan Prabowo Subianto.
Tercatat jadwal jatuh tempo SBN burden sharing senilai Rp100 triliun pada 2025, Rp154,5 triliun pada 2026, dan Rp210,5 triliun pada 2027.
Kemudian terdapat kewajiban pemerintah membayar ke BI senilai Rp208,06 triliun pada 2028, senilai Rp107,50 triliun pada 2029, serta Rp56 triliun pada 2030 mendatang.
Dengan demikian, pemerintahan Prabowo Subianto harus menanggung beban utang jatuh tempo—termasuk untuk Covid-19—dengan total mencapai Rp4.000 triliun sampai dengan 2029.