Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wamendag: RI Perluas Pasar Ekspor Demi Hadapi Tarif Trump 32%

Kemendag terus melakukan diversifikasi pasar dengan menyelesaikan perundingan kerja sama ke sejumlah negara demi mengantisipasi dampak tarif Trump.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri dalam acara bertajuk Pearl of Africa Business Forum – Indonesia Chapter Exploring Strategic Investment Opportunities in Uganda’s Key Sectors di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (10/7/2025). — Bisnis/Rika Anggraeni
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri dalam acara bertajuk Pearl of Africa Business Forum – Indonesia Chapter Exploring Strategic Investment Opportunities in Uganda’s Key Sectors di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (10/7/2025). — Bisnis/Rika Anggraeni

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus melakukan diversifikasi pasar dengan menyelesaikan perundingan kerja sama ke sejumlah negara. Langkah ini dilakukan untuk menghadapi kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif resiprokal 32% ke Indonesia.

Salah satu perundingan kerja sama perdagangan yang berupaya dikebut ialah antara Indonesia dan Tunisia.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan perundingan perjanjian dengan Tunisia melalui Indonesia—Tunisia Preferential Trade Agreement (Indonesia—Tunisia PTA) dilakukan sebagai upaya diversifikasi sekaligus pengalihan pangsa ekspor Indonesia. Adapun, perjanjian tersebut saat ini tengah dalam ratifikasi.

“[Perluasan pasar selama tarif AS] ke Tunisia tahun ini insya Allah ratifikasi,” kata Roro saat ditemui di sela-sela acara bertajuk Pearl of Africa Business Forum – Indonesia Chapter Exploring Strategic Investment Opportunities in Uganda’s Key Sectors di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Selain dengan Tunisia, Roro menuturkan Kemendag juga tengah merampungkan perjanjian dagang dengan beberapa negara lain.

“Kami memperluas pasar kami ke beberapa negara, ratifikasi tahun ini CEPA dengan Peru, juga dengan Kanada. Ini prosesnya sedang berlangsung. Kami juga memiliki satu [perjanjian dagang] di Tunisia. Indonesia—UE CEPA sedang dalam proses, dan ada banyak lainnya juga,” ujarnya.

Sepanjang 2025, Indonesia memiliki 19 FTA/CEPA dalam kerangka kerja bilateral dan regional yang mencakup negara-negara Asean, seperti China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Pakistan, Chili, UEA, hingga Iran.

Adapun, sebanyak 4 perjanjian dagang ditargetkan rampung di tahun ini. Perinciannya, Indonesia—Kanada CEPA yang ditargetkan rampung pada Mei 2025. Pemerintah juga menargetkan  Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA), Indonesia—Eurasian Economic Union (I-EAEU) CEPA, dan Indonesia—Peru CEPA rampung pada semester I/2025.

Dalam catatan Bisnis, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan Kemendag terus mendorong penyelesaian perundingan kerja sama perdagangan seperti IEU—CEPA, Indonesia—EAEU CEPA, Indonesia—Peru CEPA, dan Indonesia—Tunisia PTA.

Budi menambahkan Kemendag juga mempercepat proses ratifikasi Indonesia—Canada CEPA dan Indonesia—Iran PTA sebagai upaya untuk mempercepat pemanfaatan preferensi oleh pelaku usaha nasional.

“Pasar ekspor kita banyak di negara lain dan salah satu caranya adalah bagaimana kita mempercepat proses negosiasi perjanjian dagang kita dengan negara lain atau kawasan lain. Itu yang kita lakukan dan tahun ini banyak progres yang bisa kita lakukan,” ujar Budi.

Namun, Budi menjelaskan pemerintah tidak hanya membuat perjanjian dagang baru, melainkan juga mengevaluasi perjanjian perdagangan eksisting. Maksudnya, pemerintah melakukan evaluasi setiap perjanjian perdagangan yang sudah terimplementasi untuk mendapatkan output terbaik bagi perdagangan internasional.

“Kita tentu tidak hanya sekadar membuat perjanjian dagang yang baru, tetapi kita itu sudah ada 19 perjanjian dagang yang sudah implementasi, 10 [perjanjian dagang] yang sedang proses ratifikasi, dan 16 [perjanjian dagang] yang sedang dirundingkan,” ujarnya.

Budi menerangkan bahwa perjanjian dagang harus saling menguntungkan kedua belah pihak. Artinya proses neraca perdagangan antara kedua negara harus seimbang, tetapi saling menguntungkan.

Untuk diketahui, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%, lantaran Indonesia dianggap menghambat laju perdagangan AS, yakni penerapan tarif sepihak (tidak timbal balik), TKDN, sistem perizinan impor kompleks, dan devisa hasil ekspor (DHE).

Namun pada 9 April 2025, AS menangguhkan pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari untuk 56 negara mitra, termasuk Indonesia. Kemudian, pada 4 Juni 2025, Presiden AS menggandakan tarif sektoral (baja, aluminium, dan produk turunannya) menjadi 50% untuk semua negara, kecuali Inggris.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper