Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah negara saat ini sedang disibukkan dengan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) dengan tujuan diberikan tarif yang lebih rendah oleh Presiden Donald Trump. Indonesia pun menjadi salah satu negara yang terus mengupayakan lobi dagang dengan Negara Adidaya itu.
Indonesia masih di bawah ancaman penerapan tarif resiprokal sebesar 32% yang diumumkan Trump pada April tahun ini. Trump memberi 90 hari waktu negosiasi untuk menurunkan tarif tersebut. Jika tidak ditemukan kesepakatan maka tarif tersebut akan berlaku pada 9 Juli 2025.
Bahkan, terbaru Trump mengancam akan kenakan tarif tambahan sebesar 10% ke negara mana pun yang dianggap sejalan dengan kebijakan anti-Amerika yang diusung BRICS. Indonesia sendiri termasuk negara yang hadiri KTT BRICS di Brasil.
Pada awal-awal masa negosiasi usai pengumuman ancaman tarif pada awal April 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka telah bertemu dengan US Trade Representative (USTR) maupun US Secretary of Commerce untuk bernegosiasi soal tarif Trump.
“Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan imbang,” tutur Airlangga dalam konferensi pers secara daring, Jumat (18/4/2025).
Adapun dalam pertemuan tersebut, belum ada kesepakatan akhir dan baru disepakati kerangka acuan negosiasi.
Baca Juga
Kedua pihak optimistis untuk menemukan titik temu dan jalan terbaik terkait negosiasi tarif yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Indonesia telah menawarkan konsensi kepada AS, mulai dari peningkatan impor hingga kemudahan investasi dan bisnis.
Tak hanya itu, pemerintah juga berencana untuk melakukan investasi di AS melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara dalam rangka negosiasi tarif resiprokal.
Airlangga menyampaikan bahwa upaya tersebut menjadi satu dari sederet tawaran yang diajukan pemerintah Indonesia. “[Perjanjian tersebut termasuk] terkait dengan rencana investasi, termasuk di dalamnya oleh BUMN dan Danantara,” tutur Airlangga dalam konferensi pers terkait perkembangan negosiasi tarif Trump di kantornya, Kamis (3/7/2025).
Bahkan, usai mendampingi Presiden Prabowo Subianto di KTT BRICS yang dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brasil pada Minggu (6/7/2025), Airlangga segera terbang ke AS untuk melanjutkan negosiasi tarif.
Pengumuman Trump
Namun, di tengah proses negosiasi intens yang sedang berjalan, Trump mengumumkan tetap mengenakan tarif impor sebesar 32% ke barang-barang asal Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengungkapkan bahwa pengumuman tarif tersebut sebenarnya di luar dugaan pemerintah, mengingat tenggat waktu perundingan baru akan jatuh pada 9 Juli 2025. Kendati demikian, Trump sudah mengumumkan tarif baru pada 7 Juli 2025 waktu AS.
"Tentu kita juga surprise [terkejut] ya dengan keputusan ini, karena keluar lebih cepat sebelum tanggal 9. Tapi kami melihat pemerintah AS saat ini tampaknya mempertimbangkan secara global, bukan lagi per negara," ujar Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2025).
Dia menuturkan bahwa notabenenya seluruh dokumen dan data yang diminta AS sebenarnya sudah disampaikan lengkap oleh Indonesia dalam proses negosiasi yang berjalan selama beberapa pekan terakhir.
Hanya saja, pemerintah menyadari bahwa keputusan akhir ada di tangan Trump. Meski begitu, pemerintah menilai proses negosiasi belum berakhir. Haryo mengingatkan bahwa surat yang ditulis Trump ke Presiden Prabowo Subianto menyebut masih ada ruang pembicaraan lebih lanjut, setidaknya sampai tarif 32% berlaku pada 1 Agustus 2025.
"Kesempatan masih terbuka. Kita kembali menyampaikan bahwa Indonesia saat ini sangat penting, sehingga perlu mendapatkan prioritas," ungkapnya.
Pemerintah pun masih berupaya keras melobi AS untuk menurunkan tarif resiprokal 32% yang sebelumnya diumumkan Presiden AS Donald Trump.
Dia menegaskan bahwa angka 32% tersebut belum final karena masih ada ruang negosiasi yang terbuka, setidaknya sebelum berlaku pada 1 Agustus 2025 seperti yang diumumkan Trump.
“Targetnya kita [setara dengan yang] rendah di Asean atau mungkin lebih rendah,” ujar Haryo.
Adapun, tarif resiprokal 32% untuk Indonesia lebih rendah dari yang dikenai Trump atas Kamboja, Myanmar (40%), Laos (40%), Kamboja (36%), dan Thailand (36%). Hanya saja, tarif Indonesia itu lebih tinggi dari Malaysia (25%), Brunei Darussalam (24%), Vietnam (20%), Filipina (17%), dan Singapura (10%).