Bisnis.com, JAKARTA - Mengejar pertumbuhan ekonomi 6% di tahun 2025 dinilai realistis diwujudkan. Sebelum mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% sebagaimana dijanjikan Presiden terpilih, meraih pertumbuhan ekonomi 6% di tahun pertama pemerintahan Prabowo adalah langkah awal yang baik dan bukan tidak mungkin diwujudkan (Bisnis Indonesia, 26 September 2024).
Kalau menurut prediksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun 2024 berada pada kisaran 4,7%—5,5%. Sementara pada tahun 2025 ada sedikit peningkatan, yakni menjadi 4,8%—5,6%. Prediksi Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan belum mencapai 6%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mungkin saja dapat mencapai 6% bila stimulus fiskal mendukung dan fondasi untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi benar-benar digarap dengan baik.
Fondasi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia selain perlu bertumpu pada perkembangan inovasi teknologi, yang tak kalah penting adalah transformasi digital serta hilirisasi yang tepat. Indonesia akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% serta mampu keluar dari perangkap sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap) menuju high income country, bila tidak didukung perencanaan dan langkah-langkah yang konsisten.
KEBIJAKAN
Tantangan utama yang dihadapi tim ekonomi Prabowo sesungguhnya bukan sekadar bagaimana mengejar angka pertumbuhan ekonomi 6% hingga 8%, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana dapat mempertahankan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi pada level yang dijanjikan. Artinya, fokus tim ekonomi Prabowo sebetulnya bukan sekadar untuk mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi, tetapi yang lebih penting adalah memastikan angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai berkelanjutan. Secara garis besar, kebijakan yang perlu dikembangkan untuk mencapai angka pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan adalah:
Pertama, kebijakan fiskal kita harus dikembangkan lebih ekspansif. Secara teoritis, kita tahu bahwa kebijakan fiskal memiliki tiga fungsi utama, yaitu: fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi terkait erat dengan peran anggaran untuk memperbaiki efisiensi ekonomi dan bekerjanya mekanisme pasar ke arah yang lebih baik. Sedangkan fungsi distribusi dibutuhkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan, baik antar kelompok pendapatan maupun antarwilayah.
Baca Juga
Sementara itu, fungsi stabilisasi fiskal perlu diperkuat sebagai shock absorber yang mampu meredam berbagai gejolak sosial-ekonomi yang timbul karena guncangan dan perubahan. Kebijakan fiskal yang setengah-setengah niscaya tidak akan memastikan tren perkembangan pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat.
Kebijakan fiskal harus diperkuat fungsi-fungsinya agar mampu berperan sebagai penahan sekaligus peredam guncangan ketika kondisi perekonomian mengalami fluktuasi. Kebijakan fiskal harus mampu mendukung proses transformasi ekonomi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Untuk meningkatkan akselerasi peretumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal yang dikembangkan tentu perlu didukung SDM yang mumpuni, regulasi yang kondusif dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, kebijakan moneter yang mendukung perkembangan sektor riil dan peningkatan daya beli masyarakat. Tujuan kebijakan moneter adalah untuk mencapai keseimbangan domestik dan mencapai tujuan ekonomi makro, seperti menjaga stabilitas ekonomi melalui kesempatan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran, serta stabilitas nilai mata uang. Dalam konteks ini, keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan adalah salah satu contoh kebijakan yang on the track.
Di tingkat global, kita tahu bahwa The Fed juga telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan. The Fed mau tidak mau harus menurunkan suku bunga acuan, sebab di AS belakangan ini telah terjadi peningkatan jumlah pengangguran. Menurut prediksi, angka pengangguran AS akan lebih tinggi pada bulan-bulan mendatang, sehingga untuk mendorong perkembangan dunia usaha, potensi penurunan kembali Fed Fund Rate (FFR) niscaya akan lebih besar dan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Diperkirakan penurunan suku bunga acuan di AS akan terjadi tiga kali pada tahun 2024 dan empat kali pada tahun 2025.
Penurunan suku bunga acuan yang diputuskan The Fed, langsung maupun tidak akan mendorong peningkatan aliran modal ke negara-negara berkembang diiringi kenaikan komposisi penempatan aliran modal masuk ke aset jangka panjang, seperti obligasi. Kondisi ekonomi global seperti ini niscaya akan membuat aliran modal asing di Indonesia meningkat dan nilai tukar rupiah menguat di kisaran Rp 15.120—Rp 15.200 per dolar AS.
Berbeda dengan kebijakan moneter sebelumnya yang condong pro-stability, saat ini Bank Indonesia lebih memilih melakukan langkah-langkah yang lebih progresif, yakni menurunkan BI rate dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan sekaligus untuk menjaga stabilitas. Harapannya, sudah barang tentu keputusan BI menurunkan BI rate ini nanti akan diikuti oleh penurunan suku bunga di pasar keuangan, kemudian juga di perbankan, sehingga akhirnya ini akan mendorong pembelian kredit dan juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
PENGHILIRAN
Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan kerap menyatakan bahwa penghiliran adalah fondasi baru perekonomian Indonesia dan pijakan untuk menjadi negara industri maju. Pertama, yang perlu dilakukan adalah ekstensifikasi komopditi yang dihilirasi. Pengembangan hilirasi sektor tambang ini, sebaiknya tidak sebatas pada nikel saja, melainkan juga mencakup komoditas lain, misalnya tembaga, aluminium dan bahkan produk lain di luar hasil tambang. Komoditas hasil sektor perkebunan, pertanian, perikanan juga perlu dikembangkan hingga hilir, terutama yang berkaitan dengan pembangunan industri pengolahan.
Kedua, adalah intensifikasi komoditi yang dikembangkan. Untuk memperkuat program hilirisasi pemerintah perlu melakukan pendalaman atau intensifikasi. Saat ini untuk penghiliran nikel, misalnya umumnya baru pada tahap awal smelter, yaitu dengan mengolah bijih nikel menjadi nickel pig iron dan feronikel. Kedua produk olahan ini masih dalam pengolahan tahap awal. Pada kondisi seperti itu, value added yang diciptakan atas komoditas nikel yang diolah masih minim walaupun ada peningkatan dibandingkan hanya mengekspor bijih nikel.
Penghiliran bukan hanya berhasil menciptakan sumber pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa. Tetapi, kita tahu bahwa lonjakan tajam dari kinerja ekspor Indonesia, sebagian besar juga disumbang dari produk hilirisasi, terutama nikel dan CPO. Masalahnya sekarang, di balik kemajuan ekspor Indonesia karena didukung program penghiliran, yang perlu dipastikan adalah bagaimana penghiliran tidak lebih banyak menguntungkan investor atau pemilik modal. Jangan sampai terjadi, akibat program hilirisasi lantas eksploitasi sumber daya alam kita lepas kendali, sementara yang lebih banyak menikmati adalah negara tujuan ekspor daripada penduduk lokal tempat kekayaan sumber daya alam itu berasal.