Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JP Morgan Naikkan Rating Vietnam usai Berhasil Tekan Tarif AS, Bagaimana dengan RI?

JP Morgan menaikkan rating Vietnam menjadi overweight lantaran menjadi negara Asean pertama yang berhasil mencapai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat.
Sebuah bendera Vietnam tergantung di sebuah dinding di sebuah pasar di Hanoi, Vietnam, pada hari Selasa, 14 Mei 2024. Fotografer: Linh Pham / Bloomberg
Sebuah bendera Vietnam tergantung di sebuah dinding di sebuah pasar di Hanoi, Vietnam, pada hari Selasa, 14 Mei 2024. Fotografer: Linh Pham / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — JP Morgan menaikkan rating Vietnam menjadi overweight lantaran menjadi negara Asia Tenggara atau Asean pertama yang berhasil mencapai kesepakatan tarif perdagangan dengan Amerika Serikat.

Perbankan investasi asal AS itu menilai bahwa bea masuk resiprokal sebesar 20% yang dikenakan AS untuk impor barang produksi dari Vietnam merupakan hasil yang optimal. 

Sebagai catatan, besaran tarif impor yang dikenakan AS dan diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada awal Juli 2025 itu jauh lebih rendah dari angka yang ditetapkan pada April lalu yakni sebesar 46%.

“Tarif 20% untuk barang produksi dalam negeri di Vietnam merupakan hasil terbaik, menurut pandangan kami,” jelas Khoi Vu dan Rajiv Batra, analis JP Morgan dalam riset berjudul ASEAN Equity Strategy: Taking stock of Deals, Negotiations and New Tariffs yang dirilis via Bloomberg, Senin (14/7/2025).

Menurut mereka, tarif itu sangat jauh dari bea masuk yang dikenakan AS kepada China yakni 55%. Alhasil, gap tersebut diyakini dapat mendukung aliran investasi asing atau foreign direct investment (FDI) ke Vietnam, termasuk ke saham-saham di pasar modal negara itu.

“Kami memperkirakan aliran ekuitas akan berbalik ke saham-saham Vietnam.”

Selain potensi aliran dana asing itu, pertumbuhan ekonomi Vietnam yang kuat juga menjadi katalis. Pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) negara itu hampir mencapai 8% pada kuartal II/2025. 

“Hal ini [potensi aliran modal asing], dikombinasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, mendorong kami untuk meningkatkan Vietnam menjadi negara maju (OW) di Asean dengan target dasar/bull Indeks VN baru sebesar 1.500/1600 pada akhir tahun,” jelasnya.

Kendati begitu, Vu dan Batra mengakui bahwa masih ada kekhawatiran terkait tarif 40% untuk transhipment kepada Vietnam. Dalam surat resminya, Pemerintah AS menekankan bahwa akan ada pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang impor yang melalui proses transhipment demi menghindari bea masuk tambahan tersebut.

JP Morgan menilai belum adanya kejelasan mengenai definisi dan penerapan kontrol Pemerintah AS atas tarif atas transhipment itu menimbulkan sedikit kekhawatiran. Apalagi, muatan produk China dalam ekspor Vietnam merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yaitu 30,7%.

“Ini menunjukkan risiko bahwa sebagian besar ekspor AS mungkin dikenakan tarif yang lebih tinggi,” jelas Vu dan Batra.

Berdasarkan catatan Bisnis, JP Morgan pada 17 April lalu menurunkan rating untuk Indonesia dan Vietnam menjadi neutral, dari sebelumnya overweight

“Kami mengubah posisi Indonesia dan Vietnam ke Neutral (dari Overweight) sejalan dengan negara-negara Asean lainnya kecuali Thailand dan Singapura,” ungkap Khoi Vu dan tim Equity Macro Research JP Morgan kala itu.

Adapun dalam laporan terbarunya, JP Morgan mempertahankan rekomendasi netral untuk Indonesia. Dalam catatan JP Morgan, hanya Singapura dan Filipina beserta Vietnam yang meraih predikat overweight.

Malaysia meraih rating serupa dengan Indonesia yakni Netral, sedangkan untuk Thailand diberikan rekomendasi underweight.

“Kami telah menaikkan peringkat Vietnam menjadi OW di ASEAN, bersama dengan Singapura dan Filipina. Kami tetap Netral terhadap Indonesia dan Malaysia, dan tetap UW terhadap Thailand.”

Negosiasi Vietnam Jadi Rujukan 

Namun, Vu dan Batra mengakui bahwa pemeringkatan ulang masih akan terbuka lantara negosiasi negara Asean masih akan berlangsung hingga 1 Agustus 2025 yang merupakan tenggat awal implementasi tarif tersebut.

Menurut mereka, pola negosiasi Vietnam dapat menjadi rujukan bagi negara Asia Tenggara lain.

“Penurunan tajam tarif Vietnam dari 46% menjadi 20% berarti keputusan tidak hanya didasarkan pada neraca perdagangan tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lain, termasuk transfer teknologi, penyelarasan rantai pasokan, dan akses pasar bagi perusahaan-perusahaan AS,” jelas Vu dan Batra. 

Selain itu, sambung mereka, pembatasan chip AI juga dapat menjadi bagian dari negosiasi, terutama untuk Malaysia dan Thailand.

Adapun, pada pekan lalu Trump telah mengumumkan daftar tarif perdagangan yang akan dikenakan kepada sejumlah negara mitra terhitung sejak 1 Agustus 2025.

Dalam surat resmi yang dikirim oleh Gedung Putih, tarif timbal balik atau resiprokal untuk Indonesia dan Thailand masing-masing sebesar 32% dan 36% atau tidak berubah dibandingkan pengumuman Trump pada 2 April 2025.

Berbeda dengan kedua negara itu, tarif resiprokal AS untuk Malaysia meningkat dari 24% menjadi 25%. Pada saat yang sama, Kamboja dikenakan tarif timbal balik sebesar 36%, Myanmar 40%, dan Laos 40%, sedangkan untuk Filipina naik dari 17% menjadi 20%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper