Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengancam outlet atau kios yang melakukan pengoplosan beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dapat dikenakan pemutusan mitra hingga sanksi pidana. Hal ini menyusul temuan beras oplosan medium yang dijual dengan harga premium.
Deputi Pengawasan Penerapan Keamanan Bapanas Hermawan menegaskan bahwa jika ditemukan penyelewengan dalam menyalurkan beras SPHP bisa dikenakan teguran tertulis, pemutusan mitra Perum Bulog, hingga penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
“Penegakan hukum sebagai jalan yang paling terakhir, apabila ditemukan unsur pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Hermawan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Hermawan juga menyinggung temuan beras premium yang dijual dengan kualitas medium. Dia menekankan bahwa patahan beras dengan kualitas medium semestinya dijual dengan kemasan medium.
“Saya ulangi, banyak beras premium yang kualitasnya medium, dijual premium. Harusnya dengan mutu patahan yang harusnya medium, seharusnya dijual medium, tidak boleh dijual premium, gambarannya seperti itu,” ujarnya.
Adapun Bapanas akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan beras SPHP yang dilakukan Perum Bulog. Langkah ini dilakukan agar penyaluran beras SPHP sesuai dengan ketentuan.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Perum Bulog akan menyalurkan beras SPHP periode Juli—Desember 2025 sebanyak 1,318 juta ton.
Dalam hal ini, sambung dia, Perum Bulog memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan penyaluran SPHP beras sampai ke mitra Perum Bulog dan bertanggung jawab untuk pemantauan dan evaluasi serta pengendaliannya sesuai surat tugas yang diberikan dari Bapanas kepada Bulog.
Sampai dengan 21 Juli 2025 pukul 08.00 WIB, penyaluran beras SPHP baru mencapai 182.214 ton dari total pagu tahun 2025 sebesar 1,5 juta ton.
“Realisasi penyaluran SPHP beras 2025, total sekarang adalah 12,15%, masih kecil karena baru mulai bulan Juli. Jadi total secara keseluruhan adalah 182.200 ton dari total pagu tahun 2025, yaitu 1,5 juta ton atau 12,15%,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan terdapat beberapa perusahaan besar yang melakukan beras oplosan. Sayangnya, Tito tak merinci perusahaan besar yang mengoplos beras ini.
“Belum lagi yang oplosannya, beras yang kualitas premium digabung sama kualitas medium, setelah itu dijual harga premium. Dan ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, ada yang perusahaan-perusahaan besar. Bayangkan,” ungkap Tito.
Padahal, Tito menyebut stok beras di dalam negeri merupakan angka tertinggi dari 1945, yakni hampir mencapai 4 juta ton yang telah diamankan Perum Bulog. Meski stok beras melimpah, justru tren harganya terus merangkak naik.
“Bayangkan, rakyat yang harusnya ditolong dengan pangan saat ini yang berlimpah, tapi harga yang naik, karena praktik oplosan menaikkan harga premium, kemudian jumlahnya juga dikurangi dan ini membuat beban rakyat lebih tinggi,” katanya.
Berdasarkan temuan Kementerian Pertanian (Kementan), ungkap Tito, telah terjadi beberapa praktik kecurangan pasca panen raya yang berimbas pada tren harga beras yang naik.
“Bayangkan produksinya sangat luar biasa, saat ini didorong oleh Kementerian Pertanian, tetapi terjadi distribusi yang tidak baik pasca panen, yaitu adanya beberapa perusahaan yang itu melakukan oplos dan juga mengurangi jumlah,” ujarnya.
Tito mengungkap modus yang dilakukan melalui dua tahap. Pertama, mengurangi ukuran alias tak sesuai dengan kemasan yang tertera. Kedua, pengoplosan beras medium dan premium yang setelahnya dijual dengan harga premium.
Adapun, beras yang tak sesuai volume ini pun disoroti Presiden Prabowo Subianto dalam peluncuran kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Senin (21/7/2025).
“Misalnya [beras] 5 kilogram, kita kadang-kadang nggak ngecek pembeli kan, isinya 4,5 kilogram. Bayangkan setengah kilonya dikorupsi istilahnya, digelapkan, itu yang kata Pak Presiden kemarin, ini penipuan. Nah, itu, setengah kilo per kantong, kali sekian berapa juta kantong,” pungkasnya.