Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membenarkan kabar terkait 4 smelter nikel yang melakukan penghentian sejumlah lini produksi. Beberapa faktor pemicunya yakni harga nikel yang turun hingga permintaan yang stagnan.
Anggota Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno mengatakan penghentian lini produksi dari smelter tersebut memang benar terjadi utamanya berada di wilayah Sulawesi.
"Kabar tersebut memang terjadi, terutama terkait smelter milik PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) yang beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan," kata Djoko kepada Bisnis, Seni (24/7/2025).
Djoko menerangkan bahwa Disnaker Bantaeng juga ikut mengonfirmasi kabar penghentian operasional dari smelter Huadi sejak 15 Juli 2025. Karyawan yang terdampak disebut mencapai 1.200 buruh dan diminta untuk menunggu kabar lanjutan tanpa batas waktu yang jelas.
Kendati demikian, dia menyebut bahwa pihak perusahaan atau manajemen Huadi membantah melakukan PHK Massal. Bahkan, manajemen juga menyebut kabar tersebut tidak berdasar dan akan menempuh jalur hukum.
Adapun, operasional Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNAI) telah menghentikan operasional smelternya per 15 Juli 2025 tanpa batas waktu yang ditentukan.
Baca Juga
"Setidaknya empat smelter besar di Indonesia yang melakukan penghentian sebagian atau total lini produksi," tuturnya.
Selain HNAI, smelter milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang berada di Morowali Utara, Sulawesi Tengah telah menghentikan lebih dari 15 lini produksi dari total 20 unit smelter sejak awal 2024.
Dalam catatan APNI tahun ini dari total 28 smelter yang menghentikan lini produksinya, sebanyak 25 lini milik GNI hingga saat ini. Tak hanya itu, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) juga menghentikan beberapa lini baja nirkarat dan jalur cold rolling sejak Mei 2025.
Lebih lanjut, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe disebut telah mengurangi kapasitas produksi, meski datanya tidak menyebutkan jumlah lini spesifik.
Adapun, dampak penutupan smelter-smelter tersebut dinilai kompleks mulai dari tren harga nikel yang terus melemah, konflik sosial, harga listrik yang mahal, permintaan stagnan, tekanan oversupply hingga tekanan pasar baja.