Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan sejumlah insentif untuk industri padat karya sebagai upaya mengantisipasi tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap barang-barang Indonesia.
Untuk diketahui, Presiden Donald Trump telah mengumumkan kesepakatan dagang tarif impor sebesar 19% kepada Indonesia dari sebelumnya di level 32%. Di sisi lain, ekspor produk dari Negara Paman Sam ke Indonesia akan dibebaskan dari bea masuk alias tarif 0%.
Adapun, tarif impor 19% dari AS terhadap Indonesia menjadi salah satu yang terendah dibandingkan negara Asia lainnya, seperti Vietnam dengan tarif impor sebesar 20%.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menilai keberhasilan diplomasi perdagangan antara AS—Indonesia harus dibarengi dengan pembenahan struktural di dalam negeri, termasuk kepastian hukum dan berusaha, upah tenaga kerja, hingga efisiensi logistik.
“Apindo menekankan pentingnya pemberian insentif yang terukur dan berdampak langsung pada industri, khususnya sektor padat karya,” kata Shinta dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Shinta mengungkapkan usulan insentif ini mencakup insentif fiskal seperti pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) jasa subkontrak dan bahan baku, percepatan restitusi PPN, penghapusan bea masuk bahan baku untuk industri, hingga perluasan skema pajak penghasilan atau PPh 21 ditanggung pemerintah.
Baca Juga
“Hal-hal ini juga sudah kami sampaikan kepada Pak Dirjen Pajak yang baru, kami juga baru berdialog dengan beliau dan kami sudah sampaikan juga hal-hal yang menjadi harapan daripada pelaku usaha,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Apindo juga mendorong adanya kemudahan akses pembiayaan yang lebih inklusif kepada dunia usaha. Pasalnya, Shinta menyebut suku bunga acuan alias BI rate masih berada pada level tinggi.
Padahal, sambung dia, akses pembiayaan termasuk BI rate menjadi bagian untuk keberlangsungan dunia usaha, menjaga arus kas, menopang kapasitas produksi, serta untuk mengurangi gelombang PHK.
Selain itu, dunia usaha juga mengusulkan stimulus biaya tenaga kerja dan energi melalui subsidi iuran BPJS Kesehatan untuk sektor terdampak, diskon listrik, subsidi gas, serta pengembangan energi terbarukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dengan skema net-metering.
Shinta menambahkan, dunia usaha juga mendorong akan adanya efisiensi biaya dan hambatan perizinan untuk menekan biaya operasional.
Dia menjelaskan sederet insentif ini juga sekaligus untuk mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) lanjutan dan penciptaan lapangan kerja.
“Seluruh langkah ini dirancang untuk menjaga arus kas, mempertahankan kapasitas produksi, dan mencegah gelombang PHK lanjutan,” terangnya.
Shinta menyampaikan bahwa sederet kebijakan ini mencerminkan komitmen Apindo untuk menciptakan usaha yang lebih kompetitif, lebih inklusif, menjadi pondasi utama dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan perluasan lapangan pekerjaan.
“Industri padat karya kita tengah berada di persimpangan jalan. Jika tidak diberi perlindungan dan insentif yang cukup, maka kita berpotensi kehilangan sektor yang selama ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” pungkasnya.