Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 dan 2026 yang didorong oleh lonjakan belanja menjelang kenaikan tarif AS pada 1 Agustus serta turunnya tarif impor efektif yang dikenakan oleh AS.
Dalam laporan World Economic Outlook edisi Juli 2025 yang dikutip pada Rabu (30/7/2025), IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan global 2025 sebesar 0,2% menjadi 3,0% dan 2026 naik 0,1% menjadi 3,1%.
Meski demikian, angka tersebut masih lebih rendah dari proyeksi awal Januari sebesar 3,3% dan rata-rata historis pra-pandemi sebesar 3,7%.
"Kondisi ini mencerminkan percepatan belanja yang lebih kuat dari perkiraan menjelang kenaikan tarif; tarif efektif rata-rata AS yang lebih rendah dari yang diumumkan pada April; perbaikan kondisi keuangan, termasuk karena pelemahan dolar AS; serta ekspansi fiskal di sejumlah negara besar," demikian kutipan laporan tersebut
Sementara itu, inflasi global diperkirakan menurun ke 4,2% pada 2025 dan 3,6% pada 2026. Namun, IMF menilai inflasi di AS masih berisiko tetap tinggi akibat dampak tarif terhadap harga konsumen pada paruh kedua tahun ini.
Dalam laporannya, IMF menyebut, ketidakpastian global terbilang masih tinggi meskipun tarif impor efektif yang dikenakan AS mengalami penurunan.
Baca Juga
IMF mencatat tarif efektif AS, yang diukur berdasarkan rasio penerimaan bea masuk terhadap total impor barang, telah turun dari 24,4% pada laporan IMF April 2025 menjadi 17,3%. Sementara itu, tarif rata-rata global turun dari 4,1% menjadi 3,5%.
Teranyar, China dan AS sepakat untuk menurunkan tarif yang dikenakan akibat eskalasi pasca 2 April, berlaku selama 90 hari hingga 12 Agustus. Sementara itu, jeda pemberlakuan tarif tinggi AS terhadap sebagian besar mitra dagangnya kini akan berakhir pada 1 Agustus, mundur dari tenggat awal 9 Juli.
Di sisi lain, IMF memperingatkan bahwa perekonomian global masih menghadapi risiko besar, termasuk potensi kembalinya tarif tinggi, ketegangan geopolitik, dan defisit fiskal yang meningkat yang dapat mendorong kenaikan suku bunga serta memperketat kondisi keuangan global.
Melansir Reuters, Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas menyebut perekonomian dunia masih terluka, dan akan terus terluka dengan tarif di level saat ini, meskipun tidak seburuk yang dikhawatirkan.
Gourinchas mengatakan IMF tengah mengevaluasi perjanjian tarif baru sebesar 15% yang baru-baru ini dicapai AS dengan Uni Eropa dan Jepang, namun belum dimasukkan dalam proyeksi Juli. Dia menyebut tarif dalam kesepakatan ini masih sejalan dengan asumsi 17,3% dalam proyeksi IMF.
“Saat ini kami belum melihat perubahan signifikan terhadap tarif efektif yang diberlakukan AS. Tapi masih belum pasti apakah kesepakatan ini akan bertahan atau akan dibatalkan," katanya.
Simulasi IMF menunjukkan pertumbuhan global 2025 akan lebih rendah 0,2% jika tarif maksimum yang diumumkan pada April dan Juli diberlakukan penuh.
Meski ekonomi global dinilai tetap tangguh sejauh ini, IMF menilai distorsi akibat perdagangan masih membayangi, alih-alih didorong oleh kekuatan fundamental ekonomi.
Gourinchas menyebut adanya dorongan besar dari perilaku penimbunan stok oleh pelaku usaha yang mencoba mendahului pemberlakuan tarif, namun efek ini tidak akan bertahan lama.
“Dampaknya akan memudar dan menjadi beban bagi aktivitas ekonomi pada paruh kedua 2025 hingga awal 2026. Akan ada efek pembalikan dari percepatan itu,” jelasnya.
Menurutnya, tarif diperkirakan tetap tinggi, terlihat dari mulai naiknya harga konsumen AS. Dia menyebut, tarif saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan Januari atau Februari. Jika kondisi ini bertahan, pertumbuhan ekonomi global akan terus tertahan.
Satu hal yang mencolok, menurut IMF, adalah depresiasi dolar AS—fenomena yang belum terlihat pada episode perang dagang sebelumnya. Pelemahan dolar membantu melonggarkan kondisi keuangan global, namun juga memperburuk beban tarif bagi negara lain.
Proyeksi Pertumbuhan AS, Uni Eropa, Dan China
Untuk AS, IMF memperkirakan pertumbuhan mencapai 1,9% pada 2025 dan naik tipis ke 2% pada 2026. Kebijakan pemotongan pajak dan belanja baru diperkirakan akan menambah defisit fiskal AS sebesar 1,5%, dengan pendapatan tarif hanya mampu menutupi setengahnya.
Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan euro dinaikkan 0,2% menjadi 1,0% pada 2025, dengan 2026 tetap di 1,2%. Revisi naik ini sebagian besar dipicu lonjakan ekspor farmasi Irlandia ke AS, yang tanpa itu, revisi hanya naik separuhnya.
Untuk China, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan 2025 sebesar 0,8% dan 2026 naik 0,2% ke level 4,2%, mencerminkan pemulihan aktivitas ekonomi dan penurunan tarif AS–China setelah kesepakatan gencatan sementara.
Secara keseluruhan, pertumbuhan negara berkembang dan emerging market diperkirakan mencapai 4,1% pada 2025 dan sedikit melambat ke 4,0% pada 2026.
IMF juga merevisi naik proyeksi perdagangan dunia 2025 sebesar 0,9% menjadi 2,6%, namun menurunkan proyeksi 2026 sebesar 0,6% menjadi 1,9%.