Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada kuartal II/2025 mencatatkan pertumbuhan signifikan, mengungguli penanaman modal asing (PMA) dengan selisih yang kian melebar. Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi, PMDN tumbuh 30% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp275,5 triliun, jumlah level tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Kinerja impresif ini memperlebar jarak antara PMDN dan PMA hingga Rp73,3 triliun. Padahal, pada kuartal-kuartal sebelumnya, selisih keduanya tidak lebih dari Rp40 triliun.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai tren penguatan PMDN merupakan sinyal positif bagi perekonomian domestik, meskipun investasinya masih didominasi sektor tersier. Menurutnya, dominasi PMDN justru ideal dan harus terus ditingkatkan.
“Sebenarnya tumbuh 30% pun sangat tidak memadai untuk membantu pertumbuhan ekonomi. Kita membutuhkan pertumbuhan PMDN yang jauh lebih tinggi dari itu,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025).
Piter menjelaskan bahwa peningkatan PMDN sejalan dengan konsumsi domestik yang masih tumbuh meski menghadapi tekanan. Ia juga menegaskan bahwa investasi domestik memberikan dampak ekonomi lebih besar dibandingkan dengan PMA, karena keuntungan dari investasi akan tetap berputar di dalam negeri.
“Ketika asing itu berinvestasi di Indonesia, memang kita senang mereka masuk membuka pabrik dan lapangan kerja. Namun pada akhirnya, investasi itu akan menghasilkan return, yang kemudian itu akan mengalir ke luar negeri,” jelasnya.
Baca Juga
Hal itu tergambar dari data neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I/2025. Pendapatan dari investasi langsung tercatat negatif US$5,5 miliar. Nilai pembayaran ke luar negeri mencapai US$5,95 miliar, sedangkan penerimaan hanya US$510 juta. Adapun pendapatan bunga dari utang senilai US$21 juta, dengan kewajiban pembayaran mencapai US$104 juta.
Kondisi ini, menurut Piter, menggerogoti neraca pendapatan primer dan turut memberi tekanan pada nilai tukar rupiah.
Namun, di balik keunggulan PMDN, ia menggarisbawahi satu kelemahan utama: terbatasnya ketersediaan modal dalam negeri. Rendahnya tabungan dan kapasitas pembiayaan domestik menyebabkan Indonesia masih bergantung pada investasi asing untuk menutup celah pembiayaan.
“Untuk meningkatkan investasi, kita masih mencari jalan yang paling gampang yaitu memasukkan PMA. Memang di banyak negara PMA yang mendorong pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya PMA kita tidak terbatasi oleh saving investment,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede melihat pertumbuhan PMDN hingga 30% mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor domestik terhadap kondisi ekonomi nasional. Pemodal lokal sendiri banyak masuk ke sektor transportasi, telekomunikasi, perdagangan, dan kawasan industri.
Dia menilai, kucuran modal PMDN menunjukkan investor domestik semakin percaya diri memanfaatkan peluang bisnis dari kebijakan-kebijakan pro-investasi yang telah dicanangkan pemerintah, termasuk percepatan infrastruktur, hilirisasi komoditas, dan peningkatan konektivitas antarwilayah di luar Pulau Jawa.
“Realisasi investasi kuartal II/2025 mencerminkan kondisi yang cukup baik, terutama dengan didukung kuatnya investasi domestik meski terjadi tekanan eksternal terhadap investasi asing,” ujarnya.
Untuk itu, Josua memandang bahwa momentum ini perlu dijaga dengan kebijakan yang lebih aktif dalam mengelola risiko global dan memperkuat fundamental domestik untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan investasi ke depan.