Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur China Tergelincir Meski Ada Gencatan Tarif AS

PMI manufaktur China turun ke 49,3 pada Juli 2025, terendah dalam tiga bulan, meski ada gencatan tarif AS.
Aktivitas salah satu pabrik di China./Bloomberg-Qilai Shen
Aktivitas salah satu pabrik di China./Bloomberg-Qilai Shen
Ringkasan Berita
  • Aktivitas manufaktur China melemah pada Juli 2025 dengan PMI turun ke 49,3, menandakan kontraksi meski ada gencatan tarif dengan AS.
  • Gangguan produksi akibat cuaca ekstrem dan periode musim sepi menyebabkan penurunan PMI, sementara harga material bangunan melonjak.
  • Pelemahan ekonomi China di awal kuartal III/2025 menimbulkan kekhawatiran perlambatan lebih dalam, meskipun ada surplus dagang dan proyek besar yang diharapkan mendongkrak permintaan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Aktivitas manufaktur China secara tak terduga melemah pada Juli 2025 ke level terendah dalam tiga bulan terakhir, meskipun Beijing dan Washington telah menyepakati gencatan tarif. Pelemahan ini mengindikasikan ekspor mulai melambat dan permintaan domestik tetap lesu.

Data Biro Statistik Nasional China (NBS) yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (13/7/2025) mencatat, purchasing managers' index (PMI) manufaktur turun menjadi 49,3 dari 49,7 pada Juni. Angka ini di bawah ambang batas 50 yang memisahkan ekspansi dan kontraksi, serta meleset dari perkiraan median 49,7 dalam survei ekonom Bloomberg.

NBS menyebut gangguan produksi disebabkan oleh suhu tinggi, hujan lebat, dan banjir di sejumlah wilayah, serta masuknya periode musim sepi (low season) pada Juli.

PMI non-manufaktur yang mencerminkan aktivitas sektor konstruksi dan jasa juga turun menjadi 50,1 dari 50,5 pada bulan sebelumnya, di bawah ekspektasi pasar sebesar 50,2.

Subindeks harga input sektor konstruksi melonjak ke 54,5 dari 48,3, mencerminkan kenaikan tajam harga material bangunan seperti baja. Indeks harga pembelian bahan baku utama naik di atas 50 untuk pertama kalinya sejak Maret, menandakan adanya perbaikan harga di sektor manufaktur.

Data PMI ini menjadi indikator resmi pertama setiap bulan yang mencerminkan kesehatan ekonomi China.

Pasar langsung bereaksi atas laporan tersebut. Indeks CSI 300, acuan saham dalam negeri, turun sekitar 1%, sementara kontrak berjangka obligasi pemerintah China menguat.

Pelemahan di awal kuartal III/2025 menandakan risiko perlambatan ekonomi China yang lebih dalam, seiring gangguan perdagangan global dan lemahnya belanja konsumen. Meski selama ini China masih mampu bertahan dari tekanan tarif tinggi, sebagian besar berkat percepatan pengiriman ekspor dan permintaan kuat dari pasar non-AS, momentum tersebut mulai memudar.

Pada Rabu (30/7/2025), para pemimpin tertinggi Partai Komunis dalam rapat Politbiro menegaskan kembali kekuatan ekonomi nasional, menyusul surplus dagang yang memecahkan rekor pada paruh pertama tahun ini, didorong lonjakan ekspor ke Asia Tenggara dan stabilnya pengiriman ke AS.

Namun, ketahanan ekonomi China kini mulai menghadapi tekanan. Volume kargo yang diproses di pelabuhan-pelabuhan utama pekan lalu merosot hampir 7% dari minggu sebelumnya dan menjadi yang terendah dalam hampir tiga bulan.

Harga sejumlah komoditas seperti bijih besi dan batu bara naik dalam beberapa pekan terakhir, seiring harapan bahwa langkah pemerintah menekan kelebihan kapasitas industri akan berujung pada produksi yang lebih rendah dan harga yang lebih tinggi.

Proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) raksasa senilai 1,2 triliun yuan (US$167 miliar) di Tibet juga diperkirakan akan mendorong permintaan bahan bangunan dan mendongkrak sentimen pasar.

Meski demikian, tekanan deflasi tetap menjadi kekhawatiran akibat lemahnya konsumsi. Survei terbaru bank sentral menunjukkan rumah tangga China semakin pesimistis pada kuartal lalu, dan persepsi terhadap pasar kerja jatuh ke titik terendah dalam sejarah.

Kondisi ini memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi di paruh kedua 2025, meski kinerja ekonomi enam bulan pertama berhasil melampaui target pertumbuhan tahunan sekitar 5%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro