Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur di Level 49,2 Juli 2025, Kontraksi 4 Bulan Beruntun

PMI manufaktur Indonesia di Juli 2025 mencapai 49,2, menandakan kontraksi empat bulan beruntun. Apa penyebabnya?
Pekerja beraktivitas pada Alva Manufacturing Facility di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023).  Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja beraktivitas pada Alva Manufacturing Facility di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Produktivitas manufaktur kembali menunjukkan kontraksi. Hal ini tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 49,2 pada Juli 2025 atau di bawah ambang batas 50. 

Kinerja bulan Juli memang mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 46,9 dan 47,4 pada Mei 2025. Dalam laporan terbaru S&P Global, tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7. 

Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti mengatakan kontraksi manufaktur yang terjadi dalam 4 bulan terakhir menunjukkan penurunan output produksi dan anjloknya permintaan baru. 

“Pada saat yang sama, permintaan ekspor baru kembali menurun, sedangkan perusahaan sedang dalam mode retrenchment yang ditandai dengan penurunan karyawan dan pembelian,” kata Usamah dalam laporan tersebut, Jumat (1/8/2025). 

Tak hanya tekanan permintaan dan produksi, produsen juga menyebutkan tekanan harga makin intensif sejak awal semester 2025. Inflasi biaya tembus ke rekor paling tinggi dalam empat bulan di tengah peningkatan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar. 

Alhasil, kenaikan biaya sebagian dibebankan kepada klien meski inflasi biaya pada tingkat sedang. Kondisi ini juga menunjukkan kepercayaan diri pengusaha menghadapi tahun mendatang berkurang tajam pada bulan Juli, dengan tingkat optimisme berada di tingkat terendah dalam survei.

“Perusahaan menyatakan kekhawatiran tentang tarif AS dan penurunan daya beli yang mungkin membatasi volume pada tahun mendatang. Kondisi operasional di sektor manufaktur Indonesia terus menurun pada awal semester kedua 2025,” tuturnya. 

Adapun, S&P Global melakukan survei terkini yang dilakukan antara 10-24 Juli, dan hampir semua tanggapan selesai sebelum pengumuman perjanjian perdagangan dengan AS pada 22 Juli.

Faktor utama penyebab penurunan angka PMI di bawah ambang batas 50,0 adalah penurunan produksi berkelanjutan. Tingkat penurunan tergolong sedang dan paling rendah selama empat bulan.

Panelis melaporkan bahwa penurunan output umumnya menggambarkan penurunan permintaan baru. Kenyataannya, tingkat penurunan bisnis baru juga berkurang pada Juli, dengan perusahaan menyebutkan penurunan pasar sebagian diatasi oleh beberapa proyek baru. 

Namun demikian, permintaan asing atas barang produksi Indonesia kembali turun ke wilayah kontraksi tiga kali selama empat bulan setelah sempat stabil pada Juni.

Sejalan dengan tren permintaan baru, tumpukan pekerjaan kini menurun dalam empat bulan terakhir. Tingkat penurunan pada bulan Juli tergolong sedang. Namun merupakan yang paling besar selama tiga bulan. 

Akibatnya, tingkat tenaga kerja juga turun, meski tingkat PHK berkurang sejak bulan Juni dan tergolong rendah. Perusahaan sering menyebutkan bahwa stok barang jadi yang ada digunakan untuk memenuhi pesanan, menyebabkan penurunan stok pasca produksi dalam empat bulan terakhir.

Sementara itu, aktivitas pembelian turun pada tingkat sedang pada bulan Juli yang menurut perusahaan disebabkan oleh penurunan kebutuhan produksi. 

Pada waktu yang sama, bukti anekdotal menunjukkan bahwa perusahaan berupaya untuk mengurangi inventaris pembelian yang menyebabkan penurunan stok pembelian selama empat bulan berturut-turut. 

Namun demikian, dilaporkan adanya tekanan tambahan terhadap pasokan karena waktu tunggu rata-rata untuk pengiriman input meningkat untuk kedua kali dalam tiga bulan, seiring keterlambatan pengiriman dan gangguan akibat konflik Iran-Israel.

Sejak bulan Desember 2019, produsen barang Indonesia terus melaporkan kenaikan harga input dalam survei terbaru. Tingkat inflasi sangat kuat dan mencapai titik tertinggi sejak bulan Maret. 

Ketika harga naik, umumnya berkaitan dengan kenaikan harga bahan baku, sedangkan fluktuasi nilai tukar berpengaruh terhadap kenaikan harga barang impor. Perusahaan berupaya mengalihkan kenaikan biaya input kepada klien dengan menaikkan harga pabrik hingga tingkat tertinggi selama tiga bulan terakhir. 

Namun, inflasi secara umum berada di tingkat sedang. Ke depannya, produsen Indonesia menunjukkan optimisme terhadap perkiraan tahun mendatang.

“Optimisme didorong oleh harapan bahwa perekonomian akan membaik dan harga bahan baku turun. Namun demikian, sejumlah perusahaan menyampaikan kekhawatiran terkait tarif oleh AS dan lemahnya daya beli pelanggan,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro