Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Tarif Trump Berlanjut: Rusia dan India Jadi Sasaran

Trump melanjutkan kebijakan tarif dengan menargetkan Rusia dan India, serta impor semikonduktor dan farmasi. Tarif baru ini bertujuan merombak sistem perdagangan global demi kepentingan AS.
Presiden AS Donald Trump berpidato dalam penandatanganan perintah eksekutif di Ruang Roosevelt Gedung Putih di Washington, DC, AS, Kamis, 31 Juli 2025./Bloomberg-Eric Lee
Presiden AS Donald Trump berpidato dalam penandatanganan perintah eksekutif di Ruang Roosevelt Gedung Putih di Washington, DC, AS, Kamis, 31 Juli 2025./Bloomberg-Eric Lee

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanjutkan rangkaian kebijakan tarifnya dengan mengumumkan sejumlah rencana pengenaan pungutan baru.

Teranyar, Trump menyebut AS akan memberlakukan tarif lebih tinggi terhadap negara-negara yang membeli minyak dari Rusia. Sementara itu, tarif baru atas impor semikonduktor dan farmasi akan diumumkan dalam waktu sekitar satu pekan ke depan.

Pernyataan itu muncul hanya beberapa hari setelah Trump memperbarui kebijakan tarifnya, dengan mengenakan bea masuk mulai dari 10% hingga 41% terhadap mitra dagang utama. 

Gelombang ancaman tarif terbaru ini menunjukkan bahwa upaya Trump untuk merombak sistem perdagangan global demi kepentingan Amerika masih terus berlanjut, meskipun data ekonomi terkini menunjukkan perekonomian AS mulai terdampak.

Dalam pendekatan yang berbeda terhadap dua kekuatan besar Asia, China dan India, Trump mengatakan akan menaikkan tarif terhadap India secara signifikan dalam 24 jam ke depan karena dianggap membantu mesin perang Rusia lewat pembelian minyak. 

India, yang berharap menarik manufaktur global di tengah kebijakan proteksionis Trump, justru menghadapi tekanan ganda. Trump menyebut tarif terhadap impor farmasi dan semikonduktor dari India akan diumumkan dalam waktu dekat.

Berbeda dengan China yang memiliki pengaruh lewat kendali atas pasokan tanah jarang, India tidak memiliki daya tawar serupa dalam perundingan dagang dengan AS.

Trump juga mengancam tarif sekunder terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia, sebagai bagian dari tekanannya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghentikan perang di Ukraina. 

Rencana Kremlin

Kremlin dikabarkan tengah mempertimbangkan opsi konsesi, termasuk kemungkinan gencatan senjata udara, untuk menghindari sanksi baru tersebut.

Dalam wawancara terpisah dengan CNBC International, Trump secara eksplisit menyebut India sebagai target utama tarif berikutnya.

“Kami sudah menetapkan 25%, tapi saya pikir saya akan menaikkannya secara signifikan dalam 24 jam ke depan karena mereka membeli minyak Rusia. Mereka membantu mesin perang. Kalau begitu, saya tidak akan tinggal diam," kata Trump dikutip dari Bloomberg.

Sebaliknya, dia mengklaim hampir mencapai kesepakatan dengan China untuk memperpanjang gencatan senjata dagang, yang selama ini menurunkan eskalasi tarif balasan dan pelonggaran pembatasan ekspor atas magnet tanah jarang serta teknologi tertentu.

Saat ditanya apakah dia akan melanjutkan ancaman sebelumnya untuk mengenakan tarif tambahan terhadap negara-negara lain termasuk China, Trump menjawab, “Kami akan melakukan cukup banyak hal seperti itu.”

Adapun, Trump juga mengungkapkan rencana tahapan tarif atas farmasi dan semikonduktor. Untuk produk farmasi, Trump menyebut tarif awalnya akan kecil, namun dalam satu hingga satu setengah tahun akan naik menjadi 150%, dan kemudian 250%.

"Karena kami ingin produk obat dibuat di dalam negeri,” kata Trump.

Hubungan dengan China

Meski begitu, Trump menyebut hubungan dengan China berjalan baik. Dia menyebut AS memiliki hubungan yang cukup akur dengan China. 

"Ini bukan hal yang mendesak, tapi saya pikir kami akan mencapai kesepakatan yang bagus,” ujarnya.

Namun, Trump menepis anggapan bahwa dia ingin segera bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Menurutnya, pertemuan itu hanya akan terjadi jika perundingan dagang mencapai titik temu.

“Saya kemungkinan besar akan bertemu dengannya sebelum akhir tahun — jika kami mencapai kesepakatan. Kalau tidak ada kesepakatan, saya tidak akan bertemu. Itu penerbangan 19 jam, cukup panjang. Tapi pada titik tertentu, saya akan bertemu," kata Trump.

Kesepakatan awal dagang AS-China yang meredakan perang tarif dijadwalkan berakhir pada 12 Agustus. Gencatan tersebut sebelumnya meredakan kekhawatiran akan perlambatan perdagangan bilateral antara dua ekonomi terbesar dunia, sekaligus memberi waktu tambahan untuk menyelesaikan isu-isu lain, termasuk tarif yang berkaitan dengan peredaran fentanil.

Pekan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng menggelar pertemuan di Stockholm, yang merupakan putaran ketiga negosiasi dagang dalam tiga bulan terakhir. 

Meski media resmi China menyebut hasil pertemuan tersebut positif, kesepakatan masih dianggap rapuh. Bessent menyatakan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Trump.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro