Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia melanjutkan koreksi selama enam hari beruntun akibat ekspektasi perdamaian perang Rusia-Ukraina usai rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Melansir Reuters pada Jumat (8/8/2025), harga minyak jenis Brent melemah 46 sen atau 0,7% ke level US$66,43 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 47 sen atau 0,7% ke US$63,88 per barel.
Kedua harga minyak acuan utama itu juga turun sekitar 1% sehari sebelumnya dan menyentuh level terendah dalam delapan pekan, setelah Trump mengungkapkan kemajuan dalam pembicaraan dengan Moskow. Harga minyak telah terkoreksi lebih dari 9% dalam sepekan terakhir.
Penasihat Kremlin, Yuri Ushakov, pada Kamis menyampaikan bahwa pertemuan antara Trump dan Putin akan digelar dalam waktu dekat. Jika terealisasi, ini akan menjadi pertemuan puncak pertama antara kedua pemimpin sejak 2021.
Seorang pejabat Gedung Putih sebelumnya juga menyebut pertemuan bisa saja berlangsung secepatnya pekan depan.
Di sisi lain, AS tetap melanjutkan persiapan untuk menerapkan sanksi sekunder terhadap pembeli utama energi Rusia guna menekan Moskow menghentikan invasi di Ukraina. Rusia sendiri merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia, setelah AS.
Baca Juga
Sementara itu, Trump mengumumkan tarif baru sebesar 25% atas barang-barang impor dari India pada Rabu, dengan alasan negara tersebut masih terus membeli minyak Rusia. Tarif baru ini akan mulai berlaku pada 28 Agustus.
India adalah pembeli minyak Rusia terbesar kedua setelah China. Trump juga mengisyaratkan kemungkinan pengenaan tarif tambahan terhadap China.
“Peningkatan pasokan OPEC menjadi sentimen negatif utama yang menekan harga, sementara ketidakpastian tarif terus membayangi sebagai faktor penekan lanjutan,” tulis analis di Ritterbusch and Associates dalam catatan risetnya.
OPEC+, kelompok negara-negara pengekspor minyak yang mencakup Rusia, pada Minggu lalu sepakat menaikkan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari untuk periode September.
Meski demikian, tekanan jual pada Kamis tertahan oleh penurunan stok minyak mentah di AS, harga jual minyak Arab Saudi yang lebih tinggi untuk Asia, serta tingginya impor minyak mentah China selama Juli, menurut analis UBS Giovanni Staunovo.
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan pada Rabu bahwa persediaan minyak mentah AS menyusut 3 juta barel menjadi 423,7 juta barel dalam sepekan yang berakhir pada 1 Agustus. Angka tersebut jauh melebihi ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan penurunan hanya 591.000 barel.
Di China, impor minyak mentah pada Juli memang turun 5,4% dibandingkan Juni, tetapi masih tumbuh 11,5% secara tahunan, dengan analis memperkirakan aktivitas penyulingan tetap solid dalam waktu dekat.
Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, juga menaikkan harga minyak untuk pengiriman September ke pembeli Asia, mencatatkan kenaikan bulanan kedua berturut-turut, didorong oleh pasokan ketat dan permintaan yang kuat.