BISNIS.COM,JAKARTA--Pemerintah masih optimistis langkah-langkah pengendalian mampu menjaga konsumsi BBM bersubsidi di bawah 50 juta kiloliter pada 2013.
Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan tanpa pengendalian konsumsi, subsidi BBM dapat membebani fiskal. Pasalnya, dari kuota 46 juta kiloliter, konsumsi BBM bersubsidi berpotensi menembus 48 juta-53 juta kiloliter.
"BBM itu memang akan bisa membebani fiskal dan kami masih optimistis bahwa dengan pengendalian itu BBM tidak akan mencapai volume yang kita khawatirkan, yaitu peningkatan sampai di atas 50 juta kiloliter," ujarnya di Kemenkeu, Senin (11/03).
Agus menyoroti begitu melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi sepanjang 2011-2012. Padahal konsumsi BBM bersubsidi sepanjang 2006-2010 berada pada kisaran 36-38 juta kiloliter.
"Yang terjadi pada 2011-2012, [konsumsi BBM] meningkat tajam. Hal ini peningkatannya terlampau besar dan akan berdampak buruk terhadap kesehatan fiskal," ujarnya.
Pada 2011, volume konsumsi BBM bersubsdi mencapai 40,33 juta kiloliter, sedangkan pada 2012 volumenya membengkak menjadi 45,2 juta kiloliter.
Akibat pembengkakan volume tersebut, realisasi subsidi BBM pun turut membengkak dari pagu yang disediakan dalam APBN. Realisasi subsidi BBM pada 2011 mencapai 127,3% dari pagunya atau sebesar Rp165,16 triliun. Adapun pada 2012, realisasi subsidi BBM membengkak 54,2% menjadi Rp211,89 triliun dari pagu Rp137,37 triliun.
Selain akibat tingginya volume konsumsi, pembengkakan pagu subsidi BBM juga didorong oleh kenaikan harga ICP dan depresiasi kurs rupiah.
Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang P.S. Brodjonegoro menambahkan berkaca pada realisasi tahun lalu, konsumsi BBM bersubsidi pada 2013 berisiko melonjak menjadi 50 juta-51 juta kiloliter.
"Karena pertumbuhan ekonomi terus jalan, kalau disparitas harga makin tinggi kan ada migrasi juga dari yang biasa pertamax ke premium. Jadi bisa saja itu nanti menyentuh 52 juta-53 juta kiloliter," tuturnya.
Bambang menegaskan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi harus dijalankan pada tahun ini.
"Yang jelas kita sudah lakukan berbagai opsi untuk meng-exercise itu. Makanya kita mau lihat kombinasi kebijakan harga dan nonharga," ujarnya. (faa)