Bisnis.com, JAKARTA - Penetapan zonasi permukiman oleh tiap pemerintah kota/kabupaten guna meredam aksi spekulasi harga tanah dinilai belum cukup efektif untuk meningkatkan penyediaan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemgamat Tata Kota dari Universitas Trisakti mengatakan langkah pemetaan tata ruang di setiap daerah sebagai rekomendasi pengembangan memang dibutuhkan.
Namun, dia menjelaskan pemerintah daerah seringkali tidak memiliki kapabilitas lebih jauh untuk mengendalikan penggunaan lahan tersebut.
Hal yang berbeda, sambungnya, terjadi di China dan Malaysia sebab tanah dikuasai oleh negara.
"Persoalannya pemerintah daerah tidak bisa mengendalikan itu, sebab di Indonesia tanaghmenjadi hak perseorangan, sementara penetapan tata ruang itu hanya memberi rekomendasi," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (29/5/2014).
Ide penetapan zonasi permukiman bagi MBR, lanjut Yayat, sebenarnya telah tertuang dalam konsep kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba) yang sebelumnya telah ditetapkan pemerintah.
Menurutnya, program tersebut sulit berjalan sebab harga tanah sudah semakin tinggi. Lokasi lahan yang dinilai cukup terjangkau, lanjutnya, berada di pinggiran kota dengan infrastruktur yang minim.
Kondisi itu, ujar Yayat, akan membutuhkan biaya yang besar bagi pengembangannya. Selain itu, dia mengatakan permukiman itu tidak akan diminati oleh masyarakat.
"Di mana bisa dapat lahan yang murah untuk rumah murah. Kalau pun ada tanah, infrastrukturnya berat, lokasinya tidak menarik buat pengembang," tegasnya.
Oleh karena itu, selain penetapan aturan perumahan dan zonasi tata ruang sebagai rekomendasi wilayah pengembangan, dia berharap Kementerian Perumahan Rakyat menggandeng pemkot/pemda dalam penyediaan lahan bagi permukiman MBR.
Upaya itu, lanjutnya, dapat dilakukan dengan pembentukan badan usaha milik daerah, seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Bisa belajar dari DKI yang membentuk BUMD bidang properti yang mengadakan tanah 40 ha. Setelah itu ditawarkan kepada pengembang untuk pemenuhan kewajiban hunian berimbang," ujarnya.
Dengan begitu, tambahnya, pemda tinggal menegaskan aspek pengelolaan setelah pembangunan agar kawasan tersebut dapat dipelihara dengan baik.
Secara terpisah, Asisten Deputi Pengembangan Kerjasama dan Kemitraan Deputi Perumahan Formal Kemenpera, Bernaldy, mengatakan kementerian meminta setiap pemda untuk menetapkan area perumahan yang pasti untuk lokasi pembangunan rumah bagi MBR di wilayahnya masing-masing.
Keberadaan area perumahan atau area kuning dalam tata ruang yang dimiliki Pemda itu, jelasnya, akan dapat meminimalisir aksi spekulan tanah sehingga harga tanah dapat terkontrol.
“Kami berharap pemda dapat memiliki tata ruang yang baik dengan menetapkan area kuning untuk perumahan bagi MBR. Dengan demikian, pemanfaatan lahan untuk perumahan bisa diketahui secara luas oleh masyarakat,” katanya.
Penetapan Zonasi tak Meredam Spekulasi Harga Tanah
Penetapan zonasi permukiman oleh tiap pemerintah kota/kabupaten guna meredam aksi spekulasi harga tanah dinilai belum cukup efektif untuk meningkatkan penyediaan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Oktaviano DB Hana
Editor : Ismail Fahmi
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
2 menit yang lalu
RI Bidik 16 Juta Kunjungan Wisatawan Mancanegara pada 2025
19 menit yang lalu