Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, saat berbincang di kedai di Kebun Raya Bogor yang sejuk, bersih dan hijau, sang profesor dari IPB mengatakan: "Industri perunggasan sangat sangat penting. Ini salah satu benteng ekonomi kita. Nilai investasinya? Triliunan rupiah. Jumlah pekerja langsung dan tak langsung, besar. Jangan dirusak. Ini pun sumber protein..."
Pasalnya, dia gusar. Ulah segelintir pemain besar, terutama milik asing berkedok nasional, mulai tak terkontrol. Hendak menguasai semua lini dengan menyiapkan modal besar. "Mereka mau kuasai semua lini. Satu per satu peternakan rakyat mandiri ditelan," katanya.
Untuk investasi PMDN di sub-sektor peternakan unggas mencapai Rp1,75 triliun (78%) dari total investasi di sektor peternakan, Rp2,2 triliun. Sementara, PMA mencapai US$ 58,3 juta (73,09%).
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih lebih besar, 64% dan Penanaman Modal Asing (PMA) sekitar 46%. Semua (PMDN) masih terpusat di Jawa (66,1%) dan PMA 88,23%.
Kini, dari sisi ekonomi, perunggasan menyerap 2,5 juta tenaga kerja langsung dengan total omzet berkisar Rp.120 triliun per tahun.
Namun, kini situasi telah berubah. Dalam laporan Badan Litbang Kementan berjudul Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Unggas, termaktub tujuan pengembangan agribisnis. A.l dikatakan (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara.
Secara head to head investasi PMDN lebih besar dari PMA. Namun, kemampuan mengkonsolidasikan kekuatan modal untuk menguasai lini bisnis di sektor peternakan, ekspansi PMA, lebih terorganisir. Bahkan, ada dugaan, perusahaan breeding farm (BF) PMA terbesar diduga melakukan politik dumping untuk mematikan beberapa PMDN industri BF pesaing lainnya.
"Situasi saat ini, membuat sejumlah feedmill kecil megap-megap," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman.
Bahkan, rencana investasi di industri pakan ternak terganggu. Beberapa investor menunda investasi. "Iklim usaha saat ini kurang baik," kata Sudirman.
Saat ini, Idonesia memiliki 82 pemain di industri pakan ternak. Sumut 11 (kapasitas 2,5 juta ton/tahun), Sumbar dan Lampung 5 (1,75 juta ton), Banten, Jabar dan DKI 29 (7,2 juta ton), Jateng 7 (1,5, juta ton), Jatim 23 (5,5 juta ton), Kalimantan 2 (0,3 juta ton), Sulawesi 5 (1,25 juta ton). Total 82 panrik (20 juta ton).
Kini, menurut Ketua Umum Asosiasi Peternak Ayam Pedaging Sumatra Utara (APAPSU) T.Zulkarnain, para perusahaan besar bermain. "Bergerak tak terkendali. Pasar yang belum siap, juga dimasukkan day old chick [DOC]," katanya.
Situasi kemeut perunggasan saat ini akibat kelebihan pasokan bibit ayam pedaging (DOC) yang sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. "Ini akibat ekspansi berlebihan dari pembibit (breeder)," tutur Ketua Umum Perhimpunan Insan perunggasan rakyat indonesia (pinsar) Singgih Januratmoko.
Mereka, katanya, melakukan itu sete;ah menikmati kondisi perunggasan yang menguntungkan sejak 2010-2012. "Ekspansi agresif mereka tampak dari laporan belanja moddal sejak 2010 sampai 2014. Terutama dari peruahaan yang telah go public.
Pertumbuhan investasi yang super agresifg, terutama di biddang pembibitan ayam pedaging, telah menghasilkan perkembangan penguasaan pangsa pasar pemibibitan dan budidaya ayam pedaging yang menjurus pada praktik monopoli oleh perusahaan tersebut.
"Ada usaha mendominasi penguasaan pangsa pasar ayam pedaging nasional," tutur Singgih.
Selain perlu adanya saling pengertian di antara pemain di industri peternakan untuk menekan jumlah DOC masing-masing hingga mencapai angka rasional di pasar, peran pemerintah tidak bisa diabaikan. Lantaran, saat persaingan di pasar aspek ketidakdilan yang semena-mena terjadi, regulator harus ambil peran.
Dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Bagian Keempat Budi Daya, jelas terlihat tanggung jawab pemerintah.
Pada Pasal 29 Ayat 5, misalnya, dikatakan: Pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar.
Pasal 36 ayat 5: Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi hewan atau ternak dan produk hewan.
BACA JUGA
- PETERNAKAN AYAM: Si Besar Harus Tahan Diri, Pemerintah Dirindukan
- PASOK DOC BERLEBIH, Jabar Sulit Kendalikan Breeding Farm
- PETERNAKAN RAKYAT: Terancam Bangkrut & Kerugian Rp10 Triliun
- Investasi Peternakan Masih Terpusat di Jawa, Sumber Daya Kian Menipis
- Pemprov Jabar Siap Perbaiki Sektor Perunggasan
- Peternak Unggas Rakyat Gulung Tikar, Advokat: Pak Jokowi, Bukalah Matamu!
- HPP Bibit Ayam Harus Segera Ditetapkan
- Untungkan Pemodal, Peternak Desak Uji Materi UU Peternakan ke MK