Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perhubungan menargetkan pengembangan delapan bandara yang masuk dalam proyek strategis nasional—tertuang dalam Peraturan Presiden No. 58/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional—tuntas pada 2019.
Delapan bandara itu adalah Bandara Kertajati Majalengka, Kulonprogo Yogyakarta, Sebatik Kalimantan Utara, Sultan Babullah Ternate, Syamsuddin Noor Banjarmasin, Tjilik Riwut Palangkaraya, Radin Inten II Lampung, dan Ahmad Yani Semarang.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengatakan delapan bandara yang ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) itu bertujuan untuk meningkatkan potensi ekonomi daerah.
“Oleh karena itu, kami pacu terus pembangunan bandara-bandara yang termasuk PSN ini, di mana sebenarnya sebagian besar bandara-bandara tersebut sudah beroperasi,” katanya di Jakarta, Kamis (7/9).
Dari delapan bandara itu, sebanyak tiga bandara merupakan bandara baru, yakni Bandara Kertajati, Kulonprogo dan Sebatik.
Sementara itu, lima bandara lainnya akan direvitalisasi, sekaligus ditingkatkan kapasitasnya.
Baca Juga
Saat ini, pengerjaan Bandara Kertajati dilakukan oleh Kemenhub bersama PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB). Nanti, Kemenhub bertanggungjawab atas pengerjaan sisi udara, sedangkan BIJB melaksanakan pembangunan sisi darat.
“Progres pengerjaan sisi darat secara keseluruhan baru mencapai 55,21% yang terdiri dari infrastruktur sekitar 89,69%, terminal bandara 38,79%, dan bangunan penunjang 83,7%,” tutur Agus.
Apabila tidak ada aral melintang, Bandara Kertajati akan mulai beroperasi pada 2018. Nanti, kehadiran bandara itu akan memperkuat arus barang di Jawa Barat karena bakal disinergikan dengan Pelabuhan Patimban di Subang.
Untuk Bandara Kulon Progo, lanjut Agus, bandara yang akan dikelola oleh Angkasa Pura I tersebut sudah mulai dikerjakan sejak Agustus 2017. Rencananya, bandara yang menelan biaya hingga Rp10 triliun itu akan beroperasi pada 2019.
“Ini juga sedang dalam review rencana induk untuk mengakomodasi kajian tsunami, gempa, dan local climate dan tata letak fasilitas. Mobilisasi alat dan pekerjaan awal sudah dikerjakan pada Agustus 2017,” ujarnya.
Tak hanya bandara komersial, pemerintah juga membangun bandara untuk kepentingan militer, yakni Bandara Sebatik. Nanti, kehadiran bandara itu akan memudahkan pengawasan terhadap daerah perbatasan dengan Malaysia.
Rencananya, Bandara Sebatik akan memiliki landas pacu sepanjang 1.600x30 meter. Dengan panjang landas pacu tersebut, Bandara Sebatik mampu didarati pesawat angkut sejenis C295 TNI AU atau C212 TNI AL.
“Sebatik akan dikembangkan sebagai airstrip militer karena face to face dengan negara asing, sehingga rawan adanya investasi asing yang masuk ke situ. Oleh karena itu, kami bangun bandara untuk kepentingan air force,” katanya.
Sementara itu, Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengapresiasi langkah pemerintah dalam mempercepat pembangunan sejumlah bandara, baik untuk kepentingan komersial maupun keamanan negara.
“Saya pikir memang sudah saatnya perlu ada percepatan pengembangan bandara. Apalagi dengan tren pertumbuhan penumpang udara kita yang tumbuh hingga dua digit dalam 5 tahun terakhir ini,” tuturnya.
Arista meyakini keberadaan bandara yang memadai akan menjadi kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, kehadiran bandara, terutama di daerah perbatasan juga akan memudahkan pengawasan keamanan negara.