Bisnis.com, JAKARTA – Ramadan dinilai masih menjadi momentum bagi masyarakat untuk berbelanja lebih banyak didorong adanya Tunjangan Hari Raya (THR).
JC Chen, Regional Commercial Director aCommerce, mengatakan dari informasi para peritel besar yang bekerja sama dengan pihaknya, 30% dari penjualan sepanjang tahun berasal dari Ramadan.
“[Untuk belanja online] kami melihat ada pertumbuhan dobel dijit minimum setiap tahun [selama tiga tahun terakhir ketika Ramadan]. Ini akan bervariasi berdasarkan kategori dan merek,” jelas Chen, kepada Bisnis.com, Minggu (6/5/2018).
Survei EcommerceIQ mengungkapkan terlepas dari preferensi belanja online dan offline, mayoritas orang Indonesia akan menghabiskan uang lebih banyak di bulan Ramadan. EcommerceIQ merupakan market research brand yang dibuat oleh aCommerce.
Survei yang dilakukan pada April 2018 ini menjangkau 507 responden, dimana yang terbiasa berbelanja online mengatakan 94,19% berbelanja lebih banyak ketika Ramadan dan 5,81% tidak mengubah perilaku belanjanya saat Ramadan.
Kemudian, bagi responden yang tidak berbelanja online, 79,62% mengaku berbelanja lebih banyak ketika Ramadan dan 20,38% tidak mengubah perilaku belanjanya.
Berdasarkan hasil dari survei ecommerceIQ, rata-rata pembeli di bulan Ramadan adalah perempuan, berumur antara 31 – 40 tahun dengan barang yang biasa dibeli adalah produk fesyen dan kebutuhan sehari-hari.
Kategori yang paling populer yaitu groceries atau kebutuhan sehari-hari dengan pengeluaran rata-rata per order yaitu Rp1 juta-Rp5 juta, fesyen yaitu Rp1juta-Rp5 juta, dan hadiah atau bingkisan hingga Rp1 juta. Rata-rata berbelanja 1-2 kali sepekan.
“Semakin banyak penghasilan yang dihasilkan, semakin banyak yang akan mereka belanjakan selama Ramadan,” ujarnya.
Selain itu, Chen mengatakan dagang-el (e-commerce) semakin populer di seluruh wilayah yang mengutamakan mobile first atau kecenderungan untuk selalu mengandalkan smartphone. Untuk itu, perlu diidentifikasi tren perilaku pembelian online selama Ramadan ini.
Data dari Ramadan aCommerce pada 2017 menunjukkan bahwa penelusuran seluler di situs ecommerce mencapai puncaknya pada pukul 04.00 [ketika sahur] dan 17.00 ketika orang-orang terjebak di kemacetan.
Meskipun rata-rata panjang sesi web lebih panjang di desktop, ada lebih banyak lalu lintas yang berasal dari handphone selama Ramadan.
Data juga menunjukkan bahwa pria cenderung menjelajah lebih dari wanita, tetapi wanita memiliki rasio konversi yang lebih tinggi atau memutuskan membeli lebih tinggi.
“Konsumen di Indonesia berbagi tiga alasan utama yang meyakinkan mereka untuk berbelanja online lebih sering. Promosi Spesial Ramadan untuk produk yang mereka butuhkan seperti makanan dan fesyen, opsi pembayaran cash on delivery, dan same day delivery tanpa biaya tambahan,” jelasnya.
Menurutnya, situs yang tidak menampilkan item berharga lebih rendah akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan klik konversi.
“Orang Indonesia sadar harga dan bahkan dengan THR yang mereka dapatkan, penghematan adalah faktor utama dalam perilaku konsumsi,” katanya.
Namun, logistik dan pembayaran tetap menjadi tantangan terhebat saat ini untuk para pemain e-commerce di Indonesia karena infrasuktruktur yang belum memadai dan kurangnya pengetahuan mengenai keuangan.
“Kebanyakan perusahaan pada umumnya mengambil langkah untuk outsource dalam memecahkan dua masalah tersebut untuk pengalaman berbelanja yang lebih efisien,” ujarnya.
Chen mengatakan selama periode Ramadan, peritel, brand, perusahaan, pedagang kecil berlomba-lomba untuk kompetisi yang sama. Semuanya mengeluarkan uang lebih banyak untuk menarik perhatian para pembeli.
Namun, karena tidak setiap perusahaan memiliki budget fantastis, para marketing harus menjadi lebih cerdas dalam menghabiskan uang mereka dan langkah yang mereka ambil untuk memahami kebiasaan konsumen dan juga preferensi mereka.
Chen mengatakan hal yang penting dicatat adalah hitungan rumah tangga kelas menengah di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 23,9 juta dalam 12 tahun mendatang dari 19,6 juta pada 2016.
“Negara ini telah memiliki jumlah kelas menengah terbesar keempat dalam skala global,” ujarnya.
Kelas menengah yang berkembang berarti munculnya karakteristik kelas menengah yaitu lebih banyak menghabiskan waktu dalam perjalanan, liburan, dan hadiah untuk keluarga.
“Ini juga yang menjadikan Indonesia sebagai pasar yang menarik dan menjanjikan,” katanya.
Sebelumnya, Criteo, perusahaan teknologi pemasaran niaga, mengungkapkan data musiman Ramadan 2017. Temuan dari hasil analisi atas lebih dari 44 juta transaksi pembelian ritel dan lebih dari 28 juta transaksi pembelian perjalanan melalui komputer desktop dan perangkat mobile yang berasal dari 57 pemasang iklan utama di seluruh kawasan Asia Tenggara.
DI Indonesia, kategori produk dengan kinerja terbaik berdasarkan peningkatan penjualan saar Ramadan 2017 yaitu kategori mainan dan game 91%, perlengkapan rumah tangga 39%, kesehatan dan kecantikan 35%, dan elektronik 24%.
Alban Villani, General Manager, Southeast Asia, Hong Kong and Taiwan, Criteo, mengatakan pada Ramadan tahun ini,pihaknya memprediksi kategori yang akan mengalami peningkatan penjualan signifikan adalah elektronik dan fesyen.
Menurutnya, kategori elektronik diprediksi meningkat karena perusahaan seperti vendor ponsel pintar semakin gencar menerapkan strategi penjualan khusus terutama lewat jalur daring.
Adapun untuk fesyen, katanya, meskipun pada Ramadan tahun lalu tidak signifikan peningkatan penjualannya. Tahun ini, dia memprediksi tren belanja fesyen pada Ramadan akan kembali dan bergeliat.
"Kami prediksi dua kategori, elektronik dan fesyen akan mengalami peningkatan penjualan yang baik pada Ramadan tahun ini," ujarnya.
Temuan Criteo juga menggarisbawahi perlunya para peritel mengoptimalkan aplikasi dan situs mobile
untuk meningkatkan penjualan ritel dan pemesanan perjalanan selama Ramadan. Hal tersebut karena semakin banyak pembeli ritel di Asia Tenggara yang berbelanja melalui perangkat mobile, seperti ditunjukkan oleh peningkatan maksimal aplikasi mobile sebesar 105% persen dan 82% melalui mobile web di Indonesia.
Selain itu, katanya, jumlah generasi milenial juga semakin meningkat dalam masyarakat Islam. Mereka sudah melek teknologi dan menggunakan media sosial untuk menjalin hubungan dengan brand favorit mereka.
“Berbagai temuan kami menegaskan kembali bahwa saluran mobile harus digarap oleh para peritel agar dapat secara efektif menjangkau generasi milenial,” kata Villani.