Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri makanan dan minuman dalam negeri hingga kini belum ada yang menerapkan industri 4.0 secara utuh. Penerapan revolusi industri keempat tersebut dinilai masih memiliki beberapa tantangan.
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), mengatakan beberapa perusahaan telah menerapkan teknologi industri 4.0, tetapi masih parsial atau belum terintegrasi di seluruh proses produksi hingga pemasaran. Jumlah perusahaan mamin yang menerapkan teknologi industri 4.0 disebutkan semakin banyak.
“Salah satu tantangan untuk menerapkan industri 4.0 di sektor mamin adalah provider teknologi yang masih kurang,” ujarnya usai Seminar Winning the Future Today di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Selain itu, kompetensi tenaga kerja untuk mengoperasikan teknologi industri 4.0 juga perlu ditingkatkan. Saat ini, lanjut Adhi, pemerintah sudah mulai mengarah ke peningkatan skill tenaga kerja melalui program pendidikan vokasi link and match. Bagi perusahaan yang bekerja sama dengan SMK serta perguruan tinggi dalam pendidikan vokasi, pemerintah sedang menyiapkan insentif berupa super deductible tax.
Koneksi internet turut menjadi aspek yang mesti diperhatikan pemerintah untuk mendorong penerapan industri 4.0 di Indonesia. Dia menilai koneksi internet di Indonesia masih lambat dan stabil sehingga belum mumpuni untuk mendukung implementasi industri 4.0.
“Di Singapura misalnya, ada perusahaan yang menggunakan robot dari produksi hingga gudang pakai robot. Kalau koneksi internetnya lamban atau drop, robot-robot itu bisa tabrakan satu sama lain, di bayangan saya seperti itu sehingga infrastruktur internet ini penting,” jelasnya.
Tidak hanya itu, masalah keamanan data serta regulasi pemerintah yang tepat juga diharapkan bisa diselesaikan agar penerapan industri 4.0 berjalan dengan baik.
Industri mamin merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan dalam penerapan industri 4.0 bersama industri elektronik, otomotif, kimia, dan tekstil. Kementerian Perindustrian meyakini implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dapat merevitalisasi sektor industri manufaktur agar lebih berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Staf Khusus Kemenperin Zakir Machmud menuturkan sasaran besar penerapan industri 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030.
“Dalam merespons perkembangan global saat ini, Kementerian Perindustrian beserta sektor swasta sedang menyiapkan program strategis. Tujuannya untuk semakin meningkatkan produktivitas dan efisiensi di sektor manufaktur dalam menghadapi era revolusi industri 4.0,” katanya.
Di samping itu, program yang ada di peta jalan tersebut juga akan mendongkrak kompetensi tenaga kerja industri. Apalagi, Indonesia akan memasuki masa bonus demografi dengan mayoritas penduduk berusia produktif.
Terkait hal itu, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. Sebanyak 609 industri dan 1.753 Sekolah Menengah Kejuruan sudah ikut terlibat dan pelaksanaan program ini akan terus digulirkan.
Lebih jauh, menurutnya, Kemenperin sedang memperhitungkan besarnya dampak dari lima sektor Industri prioritas kepada peningkatan nilai ekspor, pembentukan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
Zakir optimistis, daya saing lima sektor tersebut akan semakin kuat seiring dengan kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan, antara lain kemudahan investasi melalui Online Single Submission (OSS), pengawasan dan pengamanan Devisa Hasil Ekspor (DHE), perluasan pasar ekspor, pemberian insentif daya saing ekspor, serta peningkatkan Pusat Logistik Berikat sebagai media konsolidasi ekspor.